Jika dijumlahkan, setidaknya Nurdin Abdullah menerima Rp 588 juta per bulan.
"Dari uang operasional, gaji, honorium itu ada sisa setiap bulannya?" kata Ibrahim bertanya.
"Iya, yang mulai ada. Jadi uang itulah saya kumpulkan. Juga ada uang gaji istri saya kita kumpulkan untuk membeli tanah (tanah di Pucak)," kata Nurdin Abdullah menjawab.
Dalam kesempatan tersebut, Nurdin Abdullah juga menjelaskan terkait rekening Sulsel Peduli Bencana yang isinya sebagian digunakan untuk membangun masjid di Maros dan diklaim demi memenuhi kebutuhan tempat ibadah masyarakat sekitar.
"Rekening Sulsel Peduli Bencana adalah resmi milik provinsi karena permohonannya dilakukan oleh provinsi dan hingga kini masih eksis," kata dia.
Mantan guru besar pada Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin ini mengaku menyumbang Rp 300 juta dari rekening Sulsel Peduli Bencana kepada pengurus masjid di kawasan Pucak.
"Saya pikir itu kan untuk kepentingan umum. Jadi yah sama kayak masjid di Palu kan juga untuk kepentingan umum," tegasnya.
Dalam persidangan sebelumnya, seorang Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Dr Mudzakkir SH MH menilai, jika dana digunakan untuk kepentingan umum maka itu sah-sah saja.
"Ketika dapat dana dari kontraktor, harus tau dulu kontraktor maunya apa, kalau memperoleh keuntungan untuk sosial itu boleh," kata Mudzakkir.
Penasihat hukum Nurdin Abdullah, Arman Hanis menyampaikan, sejauh ini dakwaan untuk NA belum memenuhi unsur suap maupun gratifikasi.
"Sudah dijelaskan apabila tidak diterima langsung dan si penerima tidak mengetahui, maka yang bertanggung jawab adalah orang itu. (Jika) diterima untuk masjid, maka sama saja itu disumbangkan," kata Arman Hanis.(rilis)