TRIBUN-TIMUR.COM- Pemerintah akan mem-pajak sembako di pasar.
Dalam draft RUU KUP, sembako mulai dari beras hingga gula konsumsi dihapus dalam daftar barang yang dikecualikan dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Di dalam aturan tersebut, sembako tak lagi termasuk dalam obyek yang PPN-nya dikecualikan.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pun buka suara terkait hal tersebut.
Melalui akun Twitter-nya, @prastow, ia tak membantah mengenai kemungkinan pemungutan PPN sembako.
Baca juga: Kenapa Pemerintahan Jokowi Mau Pungut Pajak Sembako? Ini Penjelasan Staf Khusus Menkeu Sri Mulyani
Namun demikian, ia menegaskan, pemerintah tidak akan membabi buta dalam memungut pajak.
Meski di sisi lain, pemerintah pun uang akibat pandemi yang turut memberikan dampak pada pendapatan negara.
"Kembali ke awal, nggak ada yg tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati2an justru dibunuh sendiri. Mustahil!," jelas dia dalam kicauannya, Rabu (9/6/2021) dikutip dari Kompas.com, Kamis (10/6/2021).
Rencana pemerintah era Joko Widodo atau Jokowi mem-pajak sembako ini menjadi perbincangan viral di media sosial twitter dengan hastag PPN 12 persen.
Rata-rata warganet tak setuju dengan rencana pemerintah untuk memberikan pajak kepada sembako.
Baca juga: Hidup Kian Sulit Kini Sembako Mau Dikenakan Pajak, Asosiasi Pedagang Protes Jokowi dan Sri Mulyani
Akun twitter @abcdef menulis:
“Gila. terus gue yg ngerantau mau makan apa anj? Makan angin? Beli beras, telur sama sayur sekarang aja gue rasa udh cukup mahal. Apalagi kalau ditambah ppn 12% kayaknya gue gabakalan bisa makan kali ya :).”
Aboed Maafin Marwan @TweetAboed menulis:
“Silakan aja PPN 12% tp presiden jg jam bikin UU miskinkan koruptor sampai anak cucu. Krn percuma w dan rakyat miskin lainna bkin negara jadi ky, tapi diambil ma koruptor, kan anying bngt ky gitu. Panggil anakna, cie2 anak koruptor, gitu biar malu & akhirna larang bpkna korupsi.”
Kritik PKS