Kepala BKN Bima Haria membeberkan apa saja indikator penilaian yang dilakukan terhadap 75 pegawai tersebut.
Ada tiga poin utama yang menjadi penilaian. Pertama, terkait pribadi seseorang. Kedua, terkait aspek pengaruh baik ia dipengaruhi maupun mempengaruhi. Sementara yang ketiga adalah aspek PUMT yakni Pancasila, UUD 1945, dan seluruh turunan perundang-undangannya.
"Jadi ada 3 aspek. Total indikator 3 aspek itu ada 22. Aspek pribadi ada 6, aspek pengaruh ada 7, dan aspek PUMT ada 9," kata Bima.
Bima mengatakan, aspek nomor 5 merupakan harga mati. Apabila seorang tidak lulus di aspek ini, tidak bisa menjadi ASN.
Hal itu juga yang terjadi kepada 51 pegawai KPK.
"Untuk aspek PUMT itu harga mati jadi itu tidak bisa dilakukan penyesuaian dari aspek tersebut. Nah bagi mereka yang aspek PUMT-nya bersih walau aspek pribadi dan pengaruhnya terindikasi negatif itu masih bisa dilakukan proses melalui diklat," kata Bima.
"Jadi, dari sejumlah 75 orang itu, 51 orang itu menyangkut PUMT bukan hanya itu yang 51 ini tiga-tiganya (aspek) negatif," tutur dia.
Sementara bagi 24 orang PUMT-nya dinyatakan bersih. Mereka hanya tidak lulus di aspek pribadi atau pengaruh. Dan itu masih bisa untuk diperbaiki di diklat bela negara dan wawasan kebangsaan.
"24 orang itu masih bisa disertakan diklat bela negara dan wawasan kebangsaan yang tempatnya akan ditentukan kemudian. Belum ditetapkan sekarang ini. Jadi itu alasan mengapa yang 51 orang tidak bisa diikutsertakan dalam diklat bela negara dan wawasan kebangsaan," ujarnya.
Presiden Jokowi sendiri sebelumnya mengatakan bahwa TWK hendaknya tak jadi dasar memberhentikan 75 pegawai itu.
Ia pun meminta KPK, BKN, dan lembaga serta kementerian terkait mencari jalan keluar.
Terkait arahan Jokowi itu, Bima berkilah bahwa keputusan ini sudah sesuai ketentuan dan tidak merugikan pegawai KPK. Menurut dia, hal ini pun sudah sesuai arahan Presiden Jokowi.
Namun Wadah Pegawai KPK tidak sependapat. Ketua WP KPK Yudi Purnomo menyebut Pimpinan KPK dan BKN secara nyata tidak mematuhi instruksi Presiden Jokowi.
Sebab, keputusan itu dinilai tetap berujung pemberhentian 75 pegawai KPK, baik secara langsung maupun tidak.
"Kami mempertanyakan mengapa Ketua KPK sangat ingin memberhentikan kami sebagai pegawai KPK dengan alat ukur yang belum jelas serta proses yang sarat pelecehan martabat sebagai perempuan," kata Yudi.