"Padahal di sisi lain, Ketua KPK bertekad menjadikan residivis perkara korupsi yang jelas telah berkekuatan hukum tetap sebagai agen antikorupsi," kata Yudi.
Yudi merupakan penyidik KPK yang masuk dalam daftar 75 pegawai tak lulus TWK. Ia pun mendesak Presiden Jokowi melakukan supervisi terhadap polemik alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). "Perlu adanya supervisi dari Presiden menindaklanjuti perkara alih status pegawai KPK," ujar Yudi melalui keterangannya.
Menurut Yudi, Jokowi harus turun tangan lantaran sikap pimpinan KPK dan Kepala BKN soal polemik TWK pegawai KPK merupakan bentuk konkret dari ketidaksetiaan terhadap pemerintahan yang sah. Ia menilai pimpinan kedua lembaga tidak mematuhi instruksi presiden dengan memutuskan memberhentikan 51 pegawai KPK maupun memberikan pelatihan bela negara terhadap 24 pegawai lainnya.
"Padahal secara nyata presiden sudah mengungkapkan bahwa tes tidak dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan seseorang," tutur Yudi.
Yudi menegaskan, pimpinan KPK dan BKN telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak mengindahkan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang diperkuat dengan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019. Putusan itu, lanjut Yudi, menegaskan proses transisi status tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.
Penyidik senior Novel Baswedan yang ikut masuk daftar 75 pegawai KPK juga turut angkat bicara. Ia menyebut keputusan rapat merupakan gambaran jelas bahwa ada pimpinan KPK ngotot ingin memecat sejumlah pegawai yang sudah ditarget.
"Hal ini mengkonfirmasi dan semakin jelas terlihat bahwa ada agenda dari oknum Pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai KPK yang bekerja baik," ujar Novel.
"Oknum pimpinan KPK tetap melakukan rencana awal untuk menyingkirkan pegawai KPK menggunakan alat TWK, sekalipun bertentangan dengan norma hukum dan arahan Bapak Presiden," imbuh dia.
Penyidik yang harus kehilangan mata kirinya karena penyerangan air keras ini menilai keputusan rapat sudah diduga. Ia menilai hal ini bagian dari sebuah skenario besar.
"Upaya pelemahan KPK dengan segala cara ini bukan hal yang baru, dan penyingkiran pegawai KPK yang ditarget ini bisa jadi merupakan tahap akhir untuk mematikan perjuangan pemberantasan korupsi," kata Novel.
"Saya yakin kawan-kawan akan tetap semangat, karena memang tidak semua perjuangan akan membuahkan hasil. Tetapi kami ingin memastikan bahwa perjuangan memberantas korupsi yang merupakan harapan masyarakat Indonesia ini harus dilakukan hingga akhir. Sehingga bila pun tidak berhasil, maka kami akan dengan tegak mengatakan bahwa kami telah berupaya dengan sungguh-sungguh, hingga batas akhir yang bisa diperjuangkan," ujarnya.
Saat ini, para 75 pegawai KPK itu sedang melakukan perlawanan dengan melaporkan TWK dan juga Pimpinan KPK ke Dewan Pengawas, Ombudsman, hingga Komnas HAM.
Perlawanan karena mereka menilai bahwa TWK bermasalah dari sisi dasar aturan hingga pelaksanaan. Materi pertanyaan TWK dinilai bahkan menyimpang dan melanggar HAM.(*)