Opini

Nurdin Abdullah, KPK, dan Jejaring Korupsi di Sulsel

Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah saat mengikuti konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (28/2/2021) dini hari. 

Tentu saja proyek-proyek infrastruktur APBD yang menjadi penjaminan kesepakatan jahat mereka.

Pengkhianatan terhadap rakyat dimulai bahkan mungkin sejak lama.

NA tak sendiri.

Hampir semua Pilkada di Sulsel melibatkan cukong dengan APBD sebagai lembaran akhir kesepakatan.

Pada beberapa daerah, satu cukong awalnya hanya kontraktor kecil-kecilan.

Namun lalu menggurita setelah bupati dukungannya menang Pilkada.

Mereka bahkan terang-terangan mencampuri pemerintahan hingga ke urusan promosi dan mutasi pejabat ASN.

Riset Nagara Institute, lembaga kajian politik yang saya pimpin, menemukan Sulsel di urutan pertama daerah yang terpapar hebat dinasti politik baik pada dua Pilkada serentak terakhir maupun pada Pileg 2019 lalu.

OTT KPK terhadap NA yang dikenal bersih dan berprestasi meruntuhkan seluruh bangunan kekaguman banyak orang yang mengelu-elukannya. Juga saya.

NA yang awalnya mampu meyakinkan semua orang bahwa dialah orang yang tepat untuk Sulsel ternyata terbelit masalah yang sama. Korupsi.

Lalu bagaimana dengan anak buahnya (baca: kepala daerah) yang tak kurang brengseknya?

Cerita kolusi, korupsi, dan nepotisme nir-prestasi mereka pertontonkan secara terbuka kepada warganya tanpa rasa malu walau digunjing setiap hari.

Mungkin mereka pikir toh rakyat juga gampang lupa dan mudah untuk dibuat kagum.

Sejak tahun pertama memerintah Sulsel, NA membuat beleid berjudul 'Bantuan Keuangan dan Hibah'.

Demikian nomenklaturnya dalam APBD Sulsel.

Halaman
1234

Berita Terkini