KLB Demokrat

Ada 4 Ketua DPC Demokrat Sulsel yang Ikut KLB di Sumatera Utara, Siapa Saja Mereka?

Editor: Muh. Irham
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KLB Partai Demokrat menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum DPP Partai Demokrat

"Menetapkan menganulir atau membatalkan surat DPP Partai Demokrat terhadap pemberhentian, pemecatan pada kader Demokrat tahun 2020/2021. Terlampir nanti lampirannya akan disebutkan mulai dari Jawa Tengah, katakanlah termasuk dengan tujuh orang yang kemarin," ucap Jhoni.

Eks Ketua DPR Marzuki Alie juga ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat hasil KLB. "Memutuskan, menetapkan penetapan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat 2021/2026 Bapak Marzuki Alie," kata Jhoni.

Selain itu, kubu kontra AHY juga menetapkan kepengurusan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah demisioner.

"Memutuskan pertama Dewan Pimpinan Pusat 2020-2021 yang diketaui AHY dinyatakan demisioner," ujar Jhoni.

Sementara itu, Kepala Departemen Hukum dan HAM DPP Demokrat, Didik Mukrianto menegaskan, jika ada upaya Gerakan Pengambilalihan Kepimpinan Partai Demokrat (GPK PD) dengan mekanisme Kongres Luar Biasa (KLB) yang dilakukan saat ini, dapat dipastikan bahwa gerakan tersebut adalah gerakan yang ilegal.

Didik menjelaskan, meski KLB adalah satu di antara forum yang konstitusional, namun bila ada pihak-pihak yang ingin melakukan KLB saat ini, dapat dipastikan itu gerakan inkonstitusional.

Pasalnya, sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat pelaksanaan KLB hanya dapat dilaksanakan atas permintaan Majelis Tinggi Partai atau minimal 2/3 jumlah DPD dan 1/2 jumlah DPC dan disetujui oleh Majelis Tinggi Partai.

"Saat ini DPD dan DPC se-Indonesia tetap solid bersama Ketum AHY dan tegas menolak KLB. Belum lagi Majelis Tinggi tidak mungkin dan tidak pernah mengeluarkan persetujuan apapun terkait dengan pelaksanaan KLB tersebut. Mustahil KLB dapat dilakukan," kata Didik.

Berdasarkan hal tersebut, kata Didik, jika seandainya KLB itu dipaksakan apalagi dilakukan oleh dan melibatkan pihak eksternal, maka bukan hanya melanggar hukum tapi lebih jauh dari itu, bisa membahayakan tatanan demokrasi.

Didik menyebut pemerkosaan hukum dan demokrasi demikian harus dihentikan dan dibubarkan.

Sebab selain mencederai prinsip negara hukum yang demokratis seperti Indonesia, juga bisa membuat kerusakan permanen dalam tatanan demokrasi dan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Dalam kondisi demikian negara dan pemerintah harusnya hadir melindungi pihak-pihak yang sah secara hukum, menegakkan keadilan dan menindak pihak-pihak yang sengaja melakukan perusakan," ucap Anggota Komisi III DPR RI itu.(*)

Berita Terkini