Jadi Program Kapolri Baru Komjen Listyo Sigit Prabowo, Kenapa PAM Swakarsa Ditentang? Sisi Buruknya

Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kabareskrim sekaligus calon Kapolri, Komjen Listyo Sigit Prabowo. Jadi program Kapolri baru Komjen Listyo Sigit Prabowo, kenapa PAM Swakarsa ditentang aktivis?

Satu bulan setelah aturan ini diteken, kepolisian dan TNI kemudian melibatkan preman untuk menjadi petugas pengawas protokol kesehatan di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, seperti diberitakan sejumlah media.

Namun, preman-preman itu diminta bertindak tegas tapi dengan cara persuasif dan humanistis.

Peneliti dari KontraS, Rivanle Anandar, menilai pelibatan tersebut sebagai pra kondisi dari aturan PAM Swakarsa.

"Itu sudah jadi pra kondisi untuk mengaktifkan PAM Swakarsa dengan melibatkan preman-preman untuk Covid yang mana itu nggak efektif," katanya.

Rivanle khawatir jika PAM Swakarsa ini dilekatkan dengan agenda pemerintah, maka ke depan kebebasan sipil akan terancam karena dihadapkan kelompok-kelompok yang sudah disiapkan untuk menghadapi kritik dari masyarakat.

"Arahnya, negara menggunakan pendekatan keamanan untuk memuluskan narasi tunggalnya saja, sehingga menutup ruang kritik atau saran dari masyarakat sipil terhadap kebijakan-kebijakan yang kontroversial," kata Rivanle.

Seperti apa PAM Swakarsa saat 1998?

Saat masih berstatus mahasiswa yang ikut gerakan reformasi, Usman Hamid memantau pembentukan PAM Swakarsa pada September 1998. Kemunculan PAM Swakarsa bersamaan dengan akan diadakannya Sidang Istimewa (SI) MPR 1998.

Kelompok ini menggunakan "dua tameng" yaitu nasionalis dan Islam.

"Waktu itu sasarannya adalah kami, gerakan mahasiswa, yang dituduh antinasionalis atau antikebangsaan dan didanai oleh asing, serta anti terhadap pemerintah," kata Usman.

Saat itu, narasi yang dibentuk oleh PAM Swakarsa adalah kedekataan Soeharto dan Habibie dengan para kyai.

Narasi tersebut disiarkan melalui orasi-orasi, selebaran agitasi, termasuk melalui masjid, yang isinya menuduh gerakan mahasiswa sebagai antiIslam dan antinasionalis.

"Salah satu mereka menjelaskan itu, karena kami sering berkumpul di Atmajaya, yang merupakan Universitas Katolik," lanjut Usman.

PAM Swakarsa, kenang Usman, juga menarasikan Universitas Trisakti membawa misi kristenisasi, "yang anti terhadap pemerintahan Islam".

"Tapi saat itu kan sulit membantah karena jangkauan komunikasi yang sangat terbatas, dan tidak benar. Karena kami sering berkumpul di Atmajaya itu, lebih karena kedekatan geografis dengan Gedung DPR/MPR. Kami ingin mengulangi Kembali pendudukan DPR/MPR seperti pada bulan Mei," kata Usman.

Halaman
1234

Berita Terkini