Efek ini mengubah bentuk negara dari presidensial menjadi parlementer.
“Mungkin banyak yang setuju dengan pernyataan bossman, bentuk negara dari presidensial menjadi parlementer,” katanya.
Sehingga, dia pun menjelaskan dengan trenshold 20 persen untuk mencalonkan presiden adalah ciri parlementer.
“Dimana parlemen dipilih dulu, mengendalikan dulu, baru bersama-sama mencalonkan presiden, jika suaranya lebih dari 20 persen maka bisa mencalonkan presiden,” ujarnya.
Menurutnya, calon presiden akan melewati mekanisme partai.
“Jadi versi bossman, bentuk pemerintah sejak 2002 adalah parlemen,” katanya.
Kembali ke FPI, Mardigu pun menyarankan kepada FPI.
“Jangan buat lagi FPI ormas kedepannya, jangan buat ormas front ini, front itu. Ini adalah peluang lompatan berikutnya, jadi ke level yang harus ada berani lakukan.
Dirikan partai, rebut suara di parlemen sehingga anda terlegitimasi kekuatannya dan amal baktinya. Ubah bentuk perjungannya ke satu level lebih tinggi lagi, jadilah partai,” katanya.
Setelah menjadi partai, dia pun mengusulkan FPI berkonsolidasi dengan PBB, Berkarya, dan PKS.
“Jangan-jangan angka 10 persen, 20 persen suara rakyat di bawah tangan tersebut,” katanya.
Sebagai pengingat sejarah, Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa pada 2004 lalu dengan modal suara partai Demokrat 7 persen.
“Apa tak mungkin, FPI bermain di tahun 2024, FPI bukan partai yang kuat saja tetapi masuk kekuasaan tertinggi menjadi penguasa tertinggi menjadi presiden atau wakil presiden,” katanya.
Baca juga: FPI Jadi Partai? Akademisi Bugis-Makassar Ingatkan Islam Yes Partai Islam No: Eppa Sulapa Lebih Pas!
Baca juga: FPI Disarankan Berhenti Buat Ormas, Segera Bikin Partai Menuju Pilpres 2024
FPI Dilarang
Pemerintah memutuskan membubarkan organisasi massa Front Pembela Islam ( FPI) dan melarang segala aktivitas yang dilakukannya.