"KPK juga berjalan lambat, itu bukan urusan pemerintah lagi," lanjutnya.
Namun sejumlah kegiatan pemerintahan dalam delapan bulan terakhir mendapat respon baik dari masyarakat.
"Hal-hal baru yang dicapai dalam 8 bulan terakhir itu, misalnya kita menangkap Paulina sudah 17 thaun lari,
menangkap Joko Chandra yang katanya dibiarkan lepas kita tangkap,
jenderal polisi 2 jadi tersangka, Pinangki tersangka
Bahwa ada kekuran-keraungan tapi itu juga ditempuh atau dilakukan pemerintahan dalam delapan bulan terakhir,"tambahnya.
Sebelumnya, pengurangan hukuman bagi terpidana kasus korupsi dalam putusan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) banjir kritikan.
Putusan tersebut dinilai meruntuhkan rasa keadilan bagi masyarakat.
Bahkan dianggap tidak akan memberikan efek jera bagi koruptor.
Adapun dalam putusan terbaru, MA mengabulkan PK yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
MA mengurangi hukumannya dari 14 tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 8 tahun penjara.
"Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, di antaranya Anas Urbaningrum."
"Itu sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat."
"Sebab masyarakat pihak yang paling terdampak praktik korupsi," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana pada Kamis (1/10/2020), dikutip dari Kompas.com.
Kurnia menuturkan, sejak awal pihaknya sudah mempertanyakan keberpihakan lembaga kehakiman dalam upaya pemberantasan korupsi ini.