NU Sulsel Melawan PKI

Kenang G30S/PKI, Ulama NU Ungkap Perjuangan Hadji Kalla dan Jusuf Kalla Menghadapi Komunis di Sulsel

Editor: AS Kambie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prof Dr Hasyim Aidid, Mustasyar NU Sulsel

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ulama Nahdlatul Ulama (NU), NU Sulsel, Prof Dr KH Hasyim Aidid mengungkap sekelumit sejarah perjuangan menghadapi PKI di Sulsel.

Guru Besar Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, UINAM, Prof Dr Hasyim Aidid, tersebut mengaku teringat kembali kekejaman PKI di Sulsel setelah menonton film G30S/PKI.

“Kemarin sore 27/9/2020 saya sempat ikuti lihat film penghianatan G30S/PKI di salah satu televisi nasional,” ujar Prof Dr Hasyim Aidid di Makassar, Selasa (29/9/2020).

Menurut Mustasyar NU Sulsel itu, mama G30S/PKI biasa disebut juga “Gestapu”, Gerakan 30 September. “Ini adalah nama yang oleh pelaku penghianatan itu, Kolonel Untung, bersama pimpinan PKI. Mereka mulai kudeta dgn penculikan dan pembunuhan beberapa Jenderal TNI pada 30 September 1965 malam,” jelas Prof Dr Hasyim Aidir.

Setelah pemberontakan PKI, G30S/PKI atau Gerakan 30 September, lanuut Prof dr Hasyim Aidid besoknya, 1Oktober mulai bangkit gerakan perlawanan terhadap penghianatan itu.

“Termasuk pimpinan PBNU Jakarta pada 1 Oktober sore, sudah kontak dengan pengurus-pengurus wilayah di daerah untuk tidak terpengaruh oleh siaran-siaran gerakan penghianat itu,” kata Prof Dr Hasyim Aidid.

Ketika kejadian itu, Prof Dr Hasyim Aidid masih aktif di Gerakan Pemuda Ansor, GP Ansor.
Untuk menghadapi Gestapu, tokoh NU Sulsel mengobarkan Gerakan Satu Oktober (Gestok).

“Tokoh Pimpinan PBNU Jakarta saat itu antara lain Dr KH Idham Halid dan SUBHAN ZE.
Kecepatan ambil sikap perlawanan oleh PBNU oleh karena sudah berbulan bahkan bertahun sebelumnya sudah sangat tajam perbedaan siapa kawan dan siapa lawan,” jelas Prof Dr Hasyim Aidid.

Menurutnya, PBNU menegaskan bahwa jenderal-Jenderal yang diculik dan terbunuh oleh PKI dalam G30S/PKI itu adalah kawan.

“Besoknya Subhan ZE membentuk dan memimpin Front Pancasila, menghimpun kekuatan bangsa untuk melawan G30S/PKI ini,” kata Prof Dr Hasyim Aidid.

Perlawanan terhadap PKI dan komunis sudah gencar di Makassar, menurut Prof Hasyim Aidid, awal April 1965. Ketika itu, PWNU Sulsel mengadakan pengkaderan seluruh jajaran NU.

Pengkaderan diikuti kaum bapak, ibu, dan pemuda NU Sulsel. Pengkaderan ini disebut TC Banting Stir. “Saya salah satu peserta. Tempat di Gedung PHI, Jalan Laiya. Seminggu lamanya. Tokoh NU Provinsi dan Kota Madya Ujung Pandang (KMUP) selalu hadir antara lain,” jelas Prof Hasyim Aidid.
Ada 14 orang tokoh NU Sulsel yang disebut Prof Dr Hasyim Aidid aktif dalam pengkaderan TC Banting Stir itu.

Mereka adalah ABD Hafid Yusuf, Hadji Kalla, Tanitting Syamsuddin, Andi Patiwiri, Abdullah Daud, M Shaleh Bustami dan istri yang juga Ketua Fatayat NU Sulsel, KH Ya’la Thahir, pemilik Hotel Amanah di Jl Haji Bau Ibu Aminah Tanitting, KH Shaleh Thaha, Drs H Muhyiddin Zain, Dahlan Saleh SH, Abdurrahman Bola Dunia, Abdurrahman K, serta Ibu Datu Pattojo yang juga Ketua Muslimat NU Sulsel.

“Pengkaderan NU TC Banting Stir ini sangat ramai dan sangat bersemangat. TC Banting Stir inilah yang berhasil membuat bangkit kekuatan NU di seluruh pelosok Kota Makassar, dan merambat ke seluruh kabupaten, terutama GP Ansor, Muslimat, dan Fatayat,” jelas Prof Dr Hasyim Aidir.

Menurutnya, sesepuh NU Sulsel, terutama para kiai, ulama, TNI, dan pegawai negeri di seluruh kecamatan bangkit menopang kebangkitan NU.

Halaman
12

Berita Terkini