Oleh: Dr. Naidah Naing, ST., MSi, IAI
(Dosen Arsitektur UMI, Peneliti dan Pemerhati Danau Tempe, Anggota Dewan Kehormatan Ikatan Arsitek Indonesia Sulsel, Anggota Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia, Anggota Forum Dosen Majelis Tribun Timur).
Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Ida Bgs Putera Prathama (2019) mengatakah bahwa salah satu penyebab kehancuran dan rusaknya sebuah danau adalah “Perilaku kita terhadap danau yang semena-mena”.
Kesemena-menaan ini dapat diartikan sebagai cara kita mengeksplotasi potensi danau.
Eksplotasi (pemanfaatan/pendayagunaan) potensi danau tidak selamanya bermakna negatif jika eksploitasi ini sesuai proporsi dan tidak berlebihan.
Di Danau Tempe, terdapat sistem pengelolaan danau secara tradisional yang telah dianut secara turun-temurun selama puluhan tahun berdasarkan sistem adat yang merupakan local wisdom masyarakat nelayan.
• Resilience Danau Tempe, Antara Ekspektasi, Bencana dan Eksploitasi
Sistem pengelolaan yang berakar pada local wisdom ini merupakan salah satu buffer untuk menghindari eksploitasi yang berlebihan terhadap potensi danau, terutama potensi perikanan.
Sistem ini telah dipahami bersama antara masyarakat nelayan dan pemerintah yang telah dijalankan selama puluhan tahun secara tangible dan intangible.
Secara tangible, potensi Danau Tempe terutama dari sektor perikanan air tawar, sektor pariwisata dan sektor pertanian telah memberi dampak ekonomi (uang) yang baik untuk kesejahteraan masyarakat di Danau Tempe dan sekitarnya secara langsung.
Selain itu turut menunjang PAD Kabupaten Wajo secara tidak langsung. Sektor perikanan air tawar menjadi primadona utama di Danau Tempe.
Secara local wisdom tradisional masyarakat Bugis, sistem pengelolaan perikanan ini dilakukan dengan sistem pembagian zona dan waktu tangkap yang dikenal dengan istilah Cappeang, Bungka Toddo, Palawang, dan Pakkaja lalla’.
Sistem ini diatur secara adat dibawah kepemimpinan Macoa tappareng dan di dukung pula dengan peraturan daerah (perda).
Masyarakat yang bermukim dan mencari penghasilan di Danau Tempe sebagai nelayan pada musim genangan, dan berubah menjadi petani saat musim kering.
Di luar musim kemarau panjang, banyak wisatawan domestik dan wisatawan asing yang datang menikmati keindahan Danau Tempe dengan rumah mengapungnya.
Masyarakat di kawasan rumah mengapung akan menjadi pemandu wisata yang baik bagi wisatawan.
• 8 Tempat Ini Dilarang Simpan Ponsel, Bisa Pengaruhi Kesuburan Hingga Meningkatkan Risiko Kanker
Hal ini akan mendatangkan dampak ekonomi yang baik bagi penambahan penghasilan masyarakat di sektor transportasi air dan penyewaan rumah mengapung.