Oleh: Irwan Kurniawan
Politisi Muda Sulsel
Pemilu 2019 masih terlalu dekat dalam ingatan kita bahwa begitu banyak penyelenggara pemilu dari tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sampai tingkatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang meninggal dunia dalam melaksanakan tugas mereka saat itu.
Tercatat sebanyak 894 petugas pemilu meninggal dunia dan 5.175 orang sakit (kompas.com tayang 22 Januari 2020). Hal bukanlah angka yang kecil.
Apalagi kalau kita mengembalikan kondisi ini pada substansi dari pesta demokrasi di mana seharusnya rakyat bersama penyelenggara pemilu bisa lebih menikmati seluruh proses hingga hasilnya dalam suasana keselamatan terjamin.
Tidak perlu ada nyawa yang melayang karena ini bukan perjuangan mempertahankan kedaulatan NKRI.
Pengalaman ini seharusnya menjadi satu pertimbangan besar terkait pelaksanaan Pilkada serentak 2020.
• Mencermati Regulasi Dadakan di Masa Pandemi
• 18 Tenaga Medis di RS Pelamonia Makassar Positif Corona, Bagaimana Pelayanan?
Kita tahu, pilkada dalam kondisi pandemi akan menjadi panggung yang tidak hanya mempertaruhkan asas-asas demokrasi, tujuan penyelenggaraan pemerintahan atau kredibilitas stakeholder penyelenggara pemilu, namun ini akan menjadi panggung mempertaruhkan nyawa semua pihak terkait seperti penyelenggara pemilu, petugas keamanan, dan masyarakat umum.
Pelaksanaan pada setiap tahapan adalah persinggungan berbagai pihak melakukan kontak yang berpotensi mengakibatkan penularan Covid 19.
Terlebih di daerah-daerah yang tingkat kasusnya terbilang tinggi seperti Kota Makassar, Luwu Timur, Luwu Utara dan beberapa kabupaten yang akan melaksanakan pilkada serentak tahun 2020.
Bukan saja ancaman kematian yang menghadang tapi juga kualitas pelaksanaan pilkada yang dipertaruhkan.
Sebab ditengah ancaman covid 19 ini beberapa tahapan dipastikan akan sulit memaksimalkan kualitas hasil yang ingin dicapai seperti pada tahapan pemutakhiran data pemilih, kampanye, pencalonan serta proses pemungutan suara sampai pada tahapan rekapitulasi suara pada setiap jenjang, kontak fisik sulit dihindari.
Data pemilih akan sulit dihasilkan akurasinya karena suasana psikologis masyarakat yang enggan membuka pintu atau menerima petugas pemutakhiran data pemilih karena kekhawatiran akan terjangkit Covid-19.
Dengan demikian proses pemutakhiran data pemilih dipastikan akan terganggu yang pada akhirnya kualitas data pemilih juga akan bermasalah.
Ada potensi petugas pemutakhiran data pemilih ‘memalidasi’ data tanpa mengecek data lapangan.
• Prediksi Jadwal MotoGP 2020, GP Jepang Dipastikan Batal
Begitu juga dengan proses kampanye baik yang dilakukan di lapangan terbuka maupun yang dilaksanakan melalui pertemuan terbatas.