TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulawesi Selatan meminta masyarakat untuk tidak menolak pemakaman korban wabah diduga atau positif terkena Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Menurut Ketua Bidang Keagamaan KNPI Sulsel, Ridho wabah penyakit Covid-19 itu amalan karena proses pemakaman korban ditangani oleh petugas medis yang sangat profesional.
"Jangan takut terlular karena setelah dikuburkan masih disemprot cairan disinfektan pembasmi kuman virus coronanya yang langsung hilang dalam hitungan menit," kata Ridho, Rabu (1/4/2020).
Ridho pun menyesalkan jika ada penolakan warga terhadap jenazah pasien Covid-19.
"Berarti akan sedikit yang melayat yang menyolatkan jenazahnya, bahkan keluarganya pun tak boleh dekat mayat, tak boleh ikut menguburkan kecuali melihat dari jauh karena semua prosesi jenazah harus dilakukan tim medis pemerintah yang terlatih," katanya.
Ia menegaskan bahwa setiap orang yang wafat terkena wabah maka InsyaAllah meninggal dalam keadaan syahid.
Ia menyebutkan tiga hadist yang menegaskan syahidnya orang yang meninggal karena wabah. Tiga hadist tersebut, yakni hadist riwayat Abu Daud Nomor 2704, Bukhory 615, dan Nasai 1846.
"Nabi Muhammad SAW bersabda 'mati syahid selain gugur di jalan Allah (dalam majelis ilmu atau perang), meninggal karena terkena penyakit thaun (wabah) dan tenggelam," katanya.
"Mati karena sakit radang selaput dada, meninggal karena sakit perut, meninggal karena terbakar, wafat terkena reruntuhan dan wanita muslimat yang meninggal dalam keadaan hamil atau ketika melahirkan adalah syahid," lanjutnya.
Selain itu, lanjutnya, Nabi Muhammad SAW menambahkan orang yang wafat ketika berjamaah Salat Isya dan Subuh juga dalam kondisi syahid.
"Namun tidak termasuk mati syahid jika sengaja ingin mati dalam wabah penyakit tersebut. Ini artinya kita harus ikhtiar dengan sungguh-sungguh dan mentaati aturan dari ulama dan pemerintah yang otoritatif tentang masalah ini," katanya.
Karena itu, dia meminta semua elemen bangsa untuk memberi penjelasan yang intens pada masyarakat tentang proses pemakaman jenazah pasien Covid-19.
"MUI pusat sudah keluarkan fatwa dengan detil tanggal 16 Maret 2020, termasuk prosesi penanganan jenazah sampai pemakamannya. Terjadinya penolakan tersebut akibat kurangnya komunikasi dan informasi pada masyarakat," katanya.
Menurutnya, persoalan tersebut terjadi karena pemerintah setempat tidak turun tangan. Masalah itu seharusnya sudah dapat dihindari oleh seluruh pemangku kebijakan atau pemerintah setempat sehingga pemakaman pasien Covid-19 tidak menemui kendala berarti.
Bagi dia, terjadinya penolakan jenazah suspect virus corona oleh masyarakat dimungkinkan karena tidak dilakukan prosedur tepat penanganan (protap) jenazah pasien corona.
Seharusnya, seluruh elemen pemerintah dari mulai pemerintah desa sampai dengan pemerintah pusat mengendalikan situasi agar tidak memunculkan penolakan.
“Ya kalau itu jenazah suspect corona memang ada protapnya, pemerintah harus mengikuti protap itu terutama pemda. Misalnya penguburannya harus diawasi ketat pihak kepolisian,”
Intinya, ucap dia, jika protap sudah diikuti seluruhnya oleh petugas tidak mungkin terjadi penolakan di masyarakat.
Sebab, dalam protap itu juga diperkenankan komunikasi intens dengan keluarga atau warga setempat bagi pemerintah berwenang.
“Jadi, jenazah itu tak ada dosanya sudah urusan yang maha kuasa. Makanya kalau ada penolakan ini yang bermasalah, protapnya sudah ada, ya berlakukan,” ungkapnya.
Sementara itu, Protap yang sudah ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) yakni pertama, dilakukan oleh petugas medis yang ditunjuk resmi oleh pemerintah.
Jenazah yang beragama Islam akan tetap dilakukan berdasarkan ketentuan syariah yang mungkin dilakukan.
Kedua, petugas wajib menggunakan pakaian pelindung, sarung tangan, dan masker. Pakaian tersebut juga harus disimpan di tempat yang terpisah dari pakaian biasa.
Ketiga, petugas tidak diperkenankan makan, minum, merokok, atau menyentuh wajah saat berada di ruang jenazah, autopsi dan atau saat melihat jenazah.
Keempat, hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh jenazah. Dan petugas harus selalu mencuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol.
Kelima, petugas harus mengurangi risiko terkena benda tajam. Keenam, petugas juga harus menyemprotkan desinfeksi kepada jenazah dan juga dirinya walaupun telah menggunakan APD.
Yang juga penting, petugas harus mencari lokasi berjarak 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk liang lahat jenazah. Dan lokai harus berjarak 500 meter dari pemukiman.
Atuan lain, pasien harus dikubur 1,5 meter dan ditutup tanah setinggi 1 meter, penguburan juga harus dilakukan dengan penuh hati-hati dan jika ada jenazah lain harus dikubur secara terpisah.
Sementara jenazah pasien virus corona yang ingin dikremasi maka pilih lokasi yang berjarak 500 meter dari pemukiman.
Kemudian, proses kremasi tidak dilakukan secara sekaligus pada jenazah yang lain guna mengurangi polusi asap.
Sementara itu, Ketua KNPI Sulsel, Kanita Maruddani Kahfi mengatakan perlu ada komunikasi intens dengan ketua RT/RW.
"Bukan cuma itu, harus menghadirkan aparat kepolisian agar tak memunculkan masalah," katanya.
Ia mengajak seluruh elemen untuk bekerjasama memberikan pemahaman dan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat agar kejadian penolakan jenasah untuk dimakamkan di beberapa daerah tidak terulang lagi.
KNPI Sulsel akan bekerja sama dengan Kanwil Kemenag Sulsel melakukan kerjasama mensosialisakan kemasyarakat Sulsel tentang penanganan jenazah Covid-19 agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi.(*)
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur: