Hanya saja, kasus pencabulan tersebut baru terungkap saat sementra proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Maros.
Akibat perbuatannya, pelaku terancam hukuman kebiri kimia, berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros.
JPU Kejari Maros, Mona Lasisca, Rabu (22/1/2020) mengatakan, kasus pencabulan tersebut telah digelar delapan kali.
Sidang kali ini telah masuk pada tahap pemeriksaan ahli. Hanya saja ahli yang dipanggil, sudah dua kali mangkir dari pengadilan.
Akibatnya, proses sidang putusan terhambat. Rencananya, jaksa akan mamnggil paksa ahli untuk menghadiri sidang.
"Kasus itu mulai disidangkan pada bulan Desember 2019. Sampai saat ini sudah delapan kali sidang. Saat ini masuk ke tahap keterangan ahli," katanya.
Ahli yang dipanggil merupakan dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salewangang Maros.
Berdasarkan hasil sidang, terungkap, korban yang berusia 10 tahun tersebut, dicabuli di dalam ruang kelas.
Pencabulan menjadi tontonan murid lain yang sedang berada di sekolah.
Para korban mengaku, diraba-raba hingga pelaku memasukkan alat kelamin.
"Korban ini dipanggil ke depan, satu-satu. Mereka lalu dipaksa buka rok. Ada yang hanya dipegang. Ada juga mengaku sampai dibegitukan (perkosa),' katanya.
"Yang fatalnya, pelaku menjalankan aksinya di ruang kelas, saat murid lain hadir,' ujarnya.
Terdakwa leluasa mengatur ruangan, karena merupakan kewenangannya sebagai wali kelas.
Saat menjalankan aksinya, pelaku mengancam korban, supaya tidak menyampaikan hal tesrebut ke orang lain.
Jika ada murid yang nekat menyampaikannya, diancam tidak naik kelas dan mendapat nilai jelek.
'Jadi pelaku ini mengancam tidak akan menaikkan kelas, bagi murid yang menyampaikannya ke orang lain," katanya.
Dia menyampaikan, murid laki-laki dipinjamkan ponsel untuk nonton Youtube.
Hal itu dilakukan pelaku untuk mengalihkan perhatian mereka, saat mencabuli.
"Ruangan kelas ditata, jadi tidak terlihat begitu," katanya.
Terdakwa sendiri tidak pernah mengakui perbuatannya. Padahal semua saksi yang telah memberikan keterangan yang memberatkan.
Pelaku dijerat dengan pasal 82 ayat 2 UU 17 tahun 2016 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan pidana tambahan.
"Berdasarkan Undang-undang baru, ada pidana tambahan. Sudah berlaku kebiri kimia. Itu bisa kdilakukan," ujar dia.
Selain ancaman penjara, jaksa juga memberikan pidana tambahan sepertiga, karena posisinya sebagai pendidik.
Pencabulan tersebut terjadi pada Agustus 2018. Dan mulai ditangani oleh penyidik Polres Maros pada pertengahan tahun 2019 lalu.
Meski berstatus tersangka, oknum guru bejat tersebut tidak pernah ditahan oleh polisi.
Bahkan dia masih tetap mengajar. Kasus tersebut diusut diam-diam oleh polisi. Bahkan tidak pernah disampaikan perkembangannya. (*)
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur