Pemilihan BPD di Majene Ditengarai Cacat Hukum

Penulis: edyatma jawi
Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pelantikan BPD di Boyang Assamalewuang Majene, 17 Juli lalu.

Sementara pada Pasal 13, Permendagri 110 tak memuat persyaratan tersebut. Itu artinya Perda Majene tak sesuai atau bertentangan dengan Permendagri.

Irfan menegaskan, jika peraturan bertentangan dengan aturan yang lebih diatas maka otomatis batal demi hukum.

Begitupun halnya Perda Nomor 5 Tahun 2015 yang mestinya tak relevan lagi digunakan setelah terbitnya Permendagri 110 Tahun 2016.

"Jadi sangat keliru dan cacat hukum jika Perda Nomor 5 Tahun 2015 digunakan sebagai rujukan proses pemilihan BPD di Majene," tegasnya.

Jika regulasi yang digunakan tak relevan, hemat Irfan, seluruh tahapan pemilihan BPD juga cacat hukum. Dengan demikian, pemilihan dan pelantikan BPD di 53 desa itu batal demi hukum.

Selain cacat hukum, lanjutnya, penggunaan Perda Nomor 5,l juga menimbulkan permasalahan di beberapa desa.

Contohnya di Desa Onang, Kecamatan Tubo Sendana.

Pemilihan BPD Onang terpaksa diulang. Lantaran pada pemilihan awal, terpilih calon BPD yang tidak dapat membaca Alquran.

Irfan mengatakan, panitia pemilihan BPD Onang menggugurkan seorang calon terpilih tersebut lalu melakukan pemungutan suara ulang (PSU).

"Itu atas dasar rekomendasi dari Dinas PMD," katanya.

Hal berbeda justru terjadi di Desa Tammerodo, Kecamatan Tammerodo Sendana. Kata Irfan, di desa tersebut, terpilih anggota BPD yang tak dapat membaca Alquran.

Namun, panitia setempat tak menggulirkan PSU.

"Inilah keanehan dan kesimpangsiuran lantaran penggunaan regulasi yang keliru," ujarnya.

Kabid Pemerintahan Desa DPMD Majene, Sugiarto tak menyangkal jika pemilihan BPD merujuk pada Perda Nomor 5 Tahun 2015. Sebab tidak ada perda lain yang mengatur tentang pemilihan BPD.

"Karena sampai saat ini masih itu (Perda Nomor 5 Tahun 2015) yang digunakan sebelum perda yang baru, muncul," jelas Sugiarto.

Halaman
123

Berita Terkini