"Kami sangat bersyukur dan tim seleksi profesional. Kali ini mungkin baru anak jelata bisa masuk (Paskibraka) tingkat nasional," ujar Atik.
Tidak Punya Biaya
Muhamat Atik mengaku tidak ada biaya untuk anaknya yang mengikuti seleksi Paskibraka.
Saat seleksi, Muhamat Asraf sering tidak dibekali dengan uang.
"Saya tidak punya uang. Saya hanya kerja serabutan di kebun sawit dan karet orang lain. Kadang satu hari dapat gaji Rp 75 ribu. Itu pun enggak tiap hari," aku Atik. A
tik dan anak-anaknya tinggal di sebuah rumah bantuan Pemerintah Kabupaten Kampar.
Rumah itu dibangun di atas tanah milik saudaranya.
Sebelumnya, dia tinggal di sebuah rumah terbuat dari kayu, yang dipinjamkan oleh kakak ibunya.
"Dulu kami tinggal di rumah kayu punya kakak ibu. Tapi sekarang alhamdulillah dapat bantuan bedah rumah dari pemerintah," kata Atik.
Meski sudah tak punya suami, Atik mengaku tetap semangat menyekolahkan anaknya.
Muhamat Asraf salah satunya.
Perjuangan Atik menyekolahkan Muhamat Asraf membuahkan hasil.
Apalagi, Muhamat Asraf seorang anak yang rajin dan tekun belajar.
"Ashraf ini anak yatim dari lahir. Dia anak yang rajin dan tekun belajar. Saya selalu berdoa yang terbaik buat dia dan anak-anak saya yang lain," ucap Atik.
Pada saat mengikuti latihan maupun seleksi, aku dia, Muhamat Asraf jarang sekali membawa uang.