"Misalnya, apakah TTD yang diberikan itu, benar-benar diminum atau tidak," terangnya.
Sekaitan dengan penanganan stunting ini, pemerintah telah menetapkan lokus terhadap 27 desa di Kabupaten Mamasa.
Dengan prevalensi 41 persen, Guru Besar Unhas, Prof Dr dr Abdul Razak Thaha MSc SpGK sekligus mewakili Kementerian Kesehatan menegaskan stunting dengan angka 41 persen menjadi ancaman bagi generasi Kabupaten Mamasa.
Hal itu dikatakan Prof Abdul Razak saat menghadiri rembuk aksi percepatan penurunan stunting di Mamsa, sebagai pemateri, di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Mamasa siang tadi.
Menurut dia, ancaman yang ditimbulkan dari stunting itu, yakni anak yang menderita stunting, cenderung memiliki intelligence quotient (IQ) yang lebih rendah, sering sakit dan kondisi fisik lemah.
Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh anak penderita stunting, cenderung menjadi kriminal akibat putus sekolah.
Dengan demikian menurut Prof Abdul Razak, penanganan stunting semestinya ada komitmen dari unsur pimpinan daerah untuk mengintervensi stunting tersebut.
Jika komitmen tersebut berjalan tutur dia, maka yang sebaiknya dilakukan adalah pimpinan daerah mengkoordinasikan program penanganan stunting ke desa-desa.
"Itu baru tingkat perencanaan, yang berikut adalah, Bappeda harus punya aplikasi yang menjamin bahwa perencanaan itu sudah dilaksanakan," tuturnya.
Selanjutnya menurut dia adalah pengalokasian penanganan stunting.
"Jangam hanya direncanakan, tetapi dialokasiakan," lanjutnya.
Hal itu menurutnya masih tanggung jawab pimpinn di kabupaten.
Lebih jauh dijelaskan, untuk penanganan stunting, semestinya ada tanggung jawab tingkat kecamatan.
"Kecamatan ini memastikan aoakah asupan gizi yang dialokasikan sampai di desa atau keluarga yang membutuhkan," jelasnya.
"Itu harus diyakinkan oleh tingkat kecamatan, yang disebut Pokja, sesuai konfirmasi kepala desa," tambahnya.
Laporan wartawan @rexta_sammy