Baca selengkapnya di Tribun Timur cetak edisi Jumat, 5 April 2019
Ancaman Nyata
Sebelumnya diberitakan, dampak kenaikan harga tiket pesawat domestik disusul bagasi berbayar semakin nyata. Bandara Sultan Hasanuddin Makassar di Mandai, Maros, semakin sepi. Calon penumpang hanya dihitung cari.
Dinas Pariwisata (Dispar) Sulsel memastikan ‘wabah’ tiket mahal sudah menjalar ke wisatawan.
Suasana Bandara Hasanuddin, sejak Februari 2018, terasa sangat berbeda di banding beberapa bulan sebelumnya. Tak ada lagi penumpang yang terlihat tidur melantai di area kedatangan dan keberangkatan.
Jumlah orang yang lalulang bisa dihitung jari. Banyak kursi yang kosong.
Padahal sebelum terjadi kenaikan harga tiket, sejumlah kursi dipenuhi warga. Bahkan ada juga warga yang duduk melantai karena kursi tidak cukup.
"Memang sepi. Petugas tidak ada yang terlalu sibuk seperti biasanya,” kata humas bandara, Agus, awal Februari 2018 lalu.
Situasi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta di Cengkareng, Jawa Barat, lebih memprihatinkan lagi. Sejumlah maskapai pun hanya mengangkut penumpang dalam jumlah yang minim dan banyak kursi kosong.
Menurut Dr Anas Iswanto Makatutu, Sulsel paling menderita dari situasi kenaikan harga tiket dan pemberlakukan bagasi berbayar. Di banding Pulau Jawa, Sulsel lebih menderita karena kurang alternatif untuk keluar.
Hanya kapal laut (Pelni) saja yang menjadi moda transportasi alternatif karena karena tidak ada bus antar provinsi dan kereta api di Sulsel.
Selain akan mengganggu arus manusia (penumpang). Arus masuk keluar barang juga terganggu
Dampaknya,akan lebih luas lagi karena distribusi barang terganggu. Dan harga akan naik akibat biaya distribusi naik
Lagi-lagi ketidakpekaan dan keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya. Harus dikaji dan ditinjau kembali ke tarif atas dan bawah.
Suvenir Bandara
Rahmawati duduk tepekur di sekeliling dagangannya di lantai 2 Bandara Hasanuddin. Di dinding toko seukuran 4x4 meter itu terpajang hiasan Kupu-kupu Bantimurung, beberapa kue tradisional Sulsel, markisa, dan kain tenun khas Toraja.
“Setiap hari toko sepi seperti ini,” ujar wanita berhijab itu.
Beberapa saat kemudian seorang lelaki dan seorang perempuan memasuki tokonya. Perempuan itu mengangkap beberapa kaos khas Sulsel.
"Seperti inilah kondisinya. Sepi penjualan, sejak kenaikan harga tiket pesawat. Lebih banyak waktu menunggu dibanding melayani pembeli," kata Rahmawati.
Menurutnya, kebanyakan calon penumpang enggan beli oleh-oleh lagi karena terbebani biaya bagasi yang mahal. Hanya orang tertentu yang mau membeli oleh-oleh, itupun jumlahnya sedikit.
Warga yang datang, hanya membeli oleh-oleh yang ringan, diantaranya gantungan kunci peta Sulawesi dan gelang.