Rahasia Ketegaran Abu Umar
Bergabung menjadi relawan SAR memang menjadi pilihan jiwa Abu Umar.
Ia mengakui jiwa sosial itu telah tumbuh sejak lama, sebagaimana yang terbetik dalam hatinya sesaat setelah gempa, adalah satu, ingin membantu sesama Muslim.
Beliau terus memotivasi keluarga untuk merelakannya karena tidak bisa tinggal lebih lama bersama istri dan anak di posko pengungsian.
"Saya katakan kepada istri, 'Umi, yang penting Umi selamat, anak-anak selamat, kebutuhan terjamin di posko pengungsian. Saya fokus dari pagi sampai malam untuk membantu orang lain," ujarnya.
Padatnya waktu menjadi relawan membuat Abu Umar hanya memiliki waktu yang sedikit untuk berkumpul bersama keluarga.
Aktivitas sebagai relawan dijalaninya hingga malam menghampiri.
Waktu berkumpul bersama anak dan istri hanya mampu ia sisihkan setelah jam istrahat malam tiba hingga subuh hari.
Ayah dari 6 anak ini berkata, istrinya pernah mengajaknya untuk pulang kampung, menyelamatkan diri menuju daerah yang lebih aman.
Ketika itu ia berpikir dan jiwa sosialnya muncul.
Ia pun menjelaskan kepada istri bahwa ia tidak akan pulang selama saudara-saudaranya di lokasi terdampak gempa terbantu dan terpenuhi kebutuhannya.
"Bahkan saya tegaskan ke istri, saya tidak akan berhenti menjadi relawan sampai pengungsi terakhir adalah keluarga kita," ujarnya.
Pahlawan SAR Lintas Medan
Sudah berhari-hari Abu Umar menjalankan aktivitasnya sebagai relawan SAR.
Banyak mayat yang diangkutnya bersama tim.
Tumpukan puing-puing bangunan dan terjalnya longsoran tanah telah didakinya.
Bau menyengat mayat tak membuatnya mundur.
Serusak apapun mayat yang terjumpa tak menyurutkan semangatnya sebagai relawan SAR.
Abu Umar Al-Qassam memiliki seorang istri bernama Zaitun.
Enam anaknya, yakni Zaiturrahmah, Mujahid Al-Hafizh, Muhammad Mursyid Arif, Umar Al-Qassam, Umar Abdul Aziz, dan Hafizhah Humairah.(*)