Pemilu 2019

Diskusi Publik PPI-KNPI Sulsel: Anak Muda Jangan Jadi Pelengkap di Pileg 2019

Penulis: Abdul Azis
Editor: Suryana Anas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PPI Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulsel mengelar dialog publik di Warkop Cappo, Jl Sultan Alauddin, Kota Makassar, Rabu (18/7/2018).

Laporan Wartawan Tribun Timur Abdul Aziz Alimuddin

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Poros Pemuda Indonesia (PPI) Provinsi Sulawesi Selatan bekerjasama Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulsel mengelar dialog publik di Warkop Cappo, Jl Sultan Alauddin, Kota Makassar, Rabu (18/7/2018).

Temanya, "Merajut kembali persatuan kesatuan sesama anak bangsa pasca kontestasi politik pilkada". Turut menjadi pembicara, Pengamat Politik UINAM dan Unismuh Makassar, Firdaus Muhammad dan Luhur Andi Priyanto. Staf Ahli Bidang Keagamaan Kapolda Sulsel,Abdul Wahid dan Ketua Harian DPD KNPI Sulsel Arsony.

Dalam dialognya, Firdaus mengatakan politik itu dinamis dan selalu menyisahkan potensi konflik, bukan hanya di eksternal kelompok, tapi internal juga.

"Kontekstasi pilgub dan pilwali menyisahkan luka terlalu besar di Makassar dan ini menimbulkan potensi konflik.Terkait Pilkada Makassar bagaimana kemudian parpol tidak mampu melahirkan kader untuk didorong," ungkap Firdaus, Selasa (18/7).

Firdaus menambahkan, Pilwali Makassar kemarin tidak melahirkan apa apa, energi yang dikeluarkan dan konflik yang lahir tidak juga melahirkan sesuatu yang bisa diharapkan oleh masyarakat. Karena itu, sebagai mahasiswa dan aktivis perlu menguatkan yudicial reviw terkait kolom kosong.

"Menurut saya sangat merugikan masyarakat karna tidak melahirkan pemimpin. Yang terjadi di Makassar hari ini adalah sekat yang muncul. Olehnya itu, kontestasi di Makassar harus diakhiri demi kembali merajut persatuan dan kesatuan," ujar Firdaus.

Firdaus menambahkan, semangat anak-anak muda yang kemudian berpolitik harus pula dijaga hingga duduk di parlaman. Menurutnya, anak muda juga harus memberi warna lebih banyak di parlamen dan jangan seperti kerja-kerja orang yang lebih tua. Namun saya melihat itu hampir saja sama.

"Kita berharap anak muda lebih pro aktif lah dan tetap menjaga idealismenya. Yang mencemaskan pada diri anak muda itu karena tidak mau berproses, nah ini yang bahaya," kata Firdaus terkait banyak anak muda menjadi 'pelengkap' di Pileg 2019 nanti.

Sementara Luhur mengatakan, anak-anak hadir di partai karena hanya ingin mencukupkan saja. Akibatnya, jika ini terpilih, maka tidak ada guna-gunanya. Kenapa? Karena tetap disetir oleh orang-orang tua. Karena itu, Luhur meminta pemuda jangan hanya sekadar menjadi caleg.

"Kecuali memang siap tidak ada masalah, tapi kenyataan anak muda disetir oleh yang tua. Politik itu sangat prakmatisme sehingga pemuda harus betul-betul berpikir baik sebelum melangkah," tegas Luhur.

Dikatakan Luhur, di antara Pilkada Serentak yang berlangsung di Sulsel, kondisi Pilwali Makassar paling nampak fenomena perpecahannya, meskipun saya melihat Pilwali Makassar tetap demokratis dimana pointnya adalah masyarakat punya pilihan untuk menempatkan suaranya.

"Kita melihat ini lah yang terjadi. Kita sebagai generasi muda, pilkada adalah ruang untuk belajar dan harus menerima kekurangan dan mampu menyelasaikan. Kita jangan memperpanjang konflik ini sampai kemudian berkepanjangan dan masuk ke ranah pribadi," kata Luhur. (*)

Berita Terkini