TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sejumlah istri pengungsi Rohingya mengadukan perlakuan organisasi PBB yang mengurusi masalah pengungsi, UNHCR dan IOM, ke DPRD Kota Makassar.
Kedatangan mereka diterima Wakil Ketua Komisi B, Iqbal Djalil.
Belasan istri pengungsi Rohingya itu didampingi Sekretaris Forum Peduli Rohingya Makassar, Irfan Abu Faiz.
Pengaduan mereka terkait peraturan baru yang diterapkan untuk pengungsi yang ada di Kota Makassar, termasuk asal Rohingya.
Peraturan yang dimaksud adalah pengungsi yang ingin keluar dari wisma harus seizin petugas, termasuk untuk beribadah dan menemui istri yang merupakan penduduk lokal.
Baca: Makassar Tampung 1.856 Pengungsi Asal Afganistan hingga Rohingya
Apabila melanggar, maka hukumannya bisa sampai ditahan di Rumah Tahanan Detensi Imigrasi (Rudenim) Bollangi, Kabupaten Gowa.
Aturan tersebut menuai protes dari istri para pengungsi karena terlalu membatasi ruang gerak pengungsi.
Istri pengungsi Rohingya rata-rata warga Sulawesi Selatan.
Meski mereka sudah menjadi istri yang sah, tetapi aturan PBB melarang mereka untuk hidup dalam satu rumah.
Sebelum pukul 22.00, suami mereka harus kembali ke wisma penampungan.
Jika pun ingin menginap di kediaman istri, mesti memperoleh izin dengan alasan logis.
Ustad Ije, sapaan Iqbal Djalil, berjanji akan melayangkan surat ke pihak UNHCR dan IOM.
Baca: PKS Sulsel Serahkan Bantuan 119 Juta untuk Rohingya
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai, peraturan yang diterapkan terkesan tidak manusiawi.