CITIZEN REPORTER

Ini Saran GARY UIN Alauddin untuk Pemkot Makassar

Penulis: CitizenReporter
Editor: Suryana Anas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahasiswa Arsitektur UIN Alauddin yang tergabung dalam Komunitas Arsitektur Hijau, Green Architecture Community (GARY) menggelar aksi damain di bawah Flyover, Minggu (07/01/2017). Mereka mempertanyakan tagline Pemkot Makassar, Makassar Kota Dunia. Aksi tersebut berlangsung damai dengan dikawal oleh petugas kepolisian dari Polda Sulsel dan juga Polrestabes Makassar hingga selesai massa melakukan aksi.

Nurul Mutmainnah, Mahasiswa Arsitektur UIN Alauddin yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Arsitektur Hijau, Green Architecture Community (GARY) melaporkan dari Makassar

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -Mahasiswa Arsitektur UIN Alauddin yang tergabung dalam Komunitas Arsitektur Hijau, Green Architecture Community (GARY) menggelar aksi damain di bawah Flyover, Minggu (07/01/2017).

Mereka mempertanyakan tagline Pemkot Makassar, Makassar Kota Dunia. Aksi tersebut berlangsung damai dengan dikawal oleh petugas kepolisian dari Polda Sulsel dan juga Polrestabes Makassar hingga selesai massa melakukan aksi.

Iqbal Syarlin, salah seorang anggota GARY mengatakan, Makassar saat ini mulai kehilangan identitas sebagai kota yang pernah Berjaya pada abad ke 18. Menerut mereka, identitas sebuah kota bukanlah hanya struktur fisik dan sejarah suatu kota semata, namun sebuah pencerminan dari gaya/pola hidup dan sosial budaya masyarakat di dalamnya.

“Sah-sah saja jika suatu kota ingin menuju kota dunia. Namun yang harus digarisbawahi adalah kota dunia yang beridentias dan kota dunia yang membuat bahagia penghuni kotanya,” ujarnya.

Ia mengatakan, hilangnya identitas kota melahirkan kehidupan perkotaan yang individual yang berakibat munculnya permasalahan sosial seperti kriminalitas, urbanisasi, dan lainnya.

Kemudian yang perlu menjadi perhatian menuju Kota dunia adalah kota yang dapat membuat bahagia penguninya dengan beberapa aspek yaitu ruang publik, pedestrian, jalur pesepeda, dan trasportasi umum.

Dalam hal ini yang menjadi titik beratkan adalah jarak tempuk serta aksesbilitasnya dapat memudahkan untuk menuju segalah arah.

Ia menambahkan, citra sebuah kota bukan hanya terbentuk dari tingginya gedung-gedung, tetapi juga dari nuansa gerak antara manusianya dengan massa pembentuk kota, dan mentalitas masyarakat kota.

Adapun tuntutan GARY untuk Pemkot Makassar:
1. Menghadirkan kembali Identitas kota Makassar dengan penanaman Pohon Lontar di titik Vital kota Makassar. Kita ketahui bersama Pohon Lontar sangat berakar dengan sejarah panjang peradaban kota Makassar yang pernah mencapai puncak kejayaan di abad 18. Dana yang di gunakan yaitu dari rencana pemkot Dinas Pertamanan dan Kebersihan (DPK) Kota Makassar dalam Menanam 7.000 bibit pohon ketapang yang menelan anggaran hingga mencapai Rp 7 milyar. Dengan alokasi dana Rp. 7 milyar dapat di bagi setenganya untuk di anggarkan dalam pengadaan bibit pohon lontar di kota Makassar. Sehingga kedepan kota Makassar mempunyai identitas yang sangat berakar pada sejarah peradaban kota itu sendiri.

2. Memperjelas identitas kota Makassar sebagai kota metropolitan dunia yang berlandaskan pada kearfian lokal, dituangkan dalam peraturan Walikota.

3. Pembangunan kota Makassar yang humanis dengan peningkatan fasilitas kota berupa ruang publik , pedestrian (jalur pejalan kaki), jalur pesepeda , dan transportasi umum.

4. Pembatasan area kendaraan pribadi mobil maupun motor dengan memberikan banyak space untuk jalur pejalan kaki , jalur pesepeda dan transportasi umum dan peningkatan aksesbelitas ke ruang publik dengan penyedian transportasi umum yang memadai.

5. Meningkatkan Partisipasi masyarakat dalam mengambil kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama dalam pembangunan kota Makassar.

6. Perubahan paradigma pembangunan kota oleh penentu kebijakan dengan "tekanan" dan partisipasi masyarakat paradigma yang maksud adalah dari pembangunan berorientasi kepentingan "ekonomi/investor" menjadi berorientasi "melayani masyarakat" dengan menyeimbangkan ekonomi, masyarakat dan lingkungan itu secara substantive dimulai dengan memberikan "kewenagan" kepada masyarakat untuk mengembangkan fisik dan non-fisiknya. Pemerintah kota dalam hal ini bertindak sebagai manajer saja. Pemerintah dan masyarakat yang merencana, melaksanakan, dan mereview bersama. (*)

Berita Terkini