Jalan Cerita 2 Anggota DPR Akbar Faizal dan Luthfi Bersitegang di Kafe, Ada Kata 'Tela** Kau'

Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tiga kali dia mengucapkan kata itu, dan ia tak beranjak dari kursinya. Matanya mengarah ke Akbar.

Akbar tampak kaget. Ia menoleh ke lelaki itu dan menjawab dengan marah: "Apa maksudmu?"

Lelaki itu masih mengeluarkan kata-kata kotor. Akbar berdiri dan beranjak mendatangi. Gelagat yang buruk. Husain Abdullah serta merta berdiri di tengah dan tangannya dikembangkan memberi isyarat damai dan menenangkan.

Saya menarik tangan Akbar, sedikit memaksa, membawanya menjauh keluar kafe. "Kita ke kafe yang suasananya lebih bermartabat," kata saya.

Saya menggiring Akbar ke kafe Tous Les Jours yang letaknya di pojok lain sekitar 50 meter dari Ya Kun Kaya. Sembari berjalan itu saya mendengar suara lelaki itu tetap mengulang-ulang makiannya. Yang jelas terdengar adalah: "telaso,... la borro..."

Begitulah. Di kafe Tous Les Jours saya memaksa Akbar duduk, memesan segelas cappuccino buatnya. Lalu saya tanya: "Siapa orang itu? Ada apa?"

Saat itulah baru saya tahu jika lelaki paruh baya yang memaki-maki Akbar itu adalah Luthfi Andi Mutty. Oalaaa... yang itu toh orangnya.

Saya sudah sering mendengar namanya sejak tahun 2000 dari obrolan dengan bekas Menteri Otonomi Daerah, Ryaas Rasyid, kawan-kawan saya mendiang Wempy S. Cecep atau bekas Menteri Hukum, Hamid Awaludin.

Saya juga tahu, Luthfi adalah Bupati Luwu Utara di Sulsel selama dua periode dan kini duduk di DPR dari Partai Nasdem.

tahu Luthfi Andi Mutty sedari dulu. Tapi sungguh, saya tak mengenalnya, tak tahu wajahnya, dan baru sekali ini melihatnya.

Ada pun Akbar Faizal, dia kawan lama saya. Kawan akrab. Kami bahkan pernah tinggal bertetangga kamar di satu rumah kos yang dihuni anak-anak muda Makassar di Gang Guru Demar II, Jalan Kalipasir, Jakarta Pusat.

Di rumah kos ini, tinggal pula mendiang Ridwan Effendy, Ami Ibrahim, Moelawarman, dll yang sudah saling mengenal sejak dari kota Makassar. Kami adalah para santri Pesantren Kalipasir hahaha.

Tapi Akbar Faizal kemudian menjadi politisi yang karirnya mentereng. Ia jadi selebritis, dan saya masih seperti teletubbies: bila bertemu dengannya, berpelukaaaan. Hanya itu saja. Saya jarang mengingatnya, mungkin seperti itu pula dirinya, tak ingat lagi kawan lama hehe...

Sampai pertemuan di kafe Ya Kun Kaya di lantai bawah Plasa Indonesia itu, saya tak tahu apa gerangan yang Akbar lakoni saat ini.

Di kafe Tous Les Jours, Akbar duduk di depan saya, mengetik pesan di telepon genggamnya dengan wajah ditekuk. Saya kehilangan minat untuk menggali latar peristiwa hampir adu jotos dua politisi terhormat di ruang terbuka ini.

Halaman
123

Berita Terkini