Laporan wartawan Tribun Timur, Saldy
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, Abraham Samad mengaku sampai detik ini merasa sedih dan tidak ikhlas meninggalkan KPK.
Hal tersebut diungkapkan di sela Gelar Perkara yang diadakan oleh Koalisi Nasional di Hotel Horison, Makassar Jl Jend Sudirman, Kamis (15/10/2015).
Curhat Abraham Samad ini, membuat para peserta Gelar Perkara yang bertajuk Pemidanaan yang Dipaksakan menjadi hening.
Dimana pesertanya, hadir dari berbagai unsur baik LSM, Pegiat Anti Korupsi, Korban Kriminalilasi, dan wartawan.
Ia menyebutkan, apa yang membuatnya saat ini sedih dan tidak relah meninggalkan KPK. Itu karena dirinya belum menemukan sosok yang bisa lebih dari dirinya, disaat aktif sebagai Ketua KPK RI.
Ketua KPK yang profesional, kata Samad, itu tidak memandang bulu dalam menjerat para koruptor di negeri ini.
"Saya tidak yakin, pengganti saya tidak seperti disaat kami para komisioner yang saat ini di kriminalisasi," ujarnya seraya sebut kasus kriminalisasi sekan dipaksakan dan sengaja dicari.
Ia mengungkapkan ia tidak takut jika dalam memberantas korupsi konsekuensinya harus di penjara. "Saya tidak takut dipanjara," ujarnya.
Olehnya itu, dengan adanya lembaga LSM ataupun pegiat anti korupsi di Indonesia, menurutnya sangatlah baik. Pasalnya, dengan para aktivis ini, itu bisa memberikan pengaruh dalam terwujudnya negara yang bersih dari Korupsi.
Abraham mengakui jika kasus kriminalisasi di Indonesia ini tidak akan hilang apabila sistem belum diubah.
Terkait kasus kriminalisasi yang lagi trend di era reformasi, mantan Direktur Lembaga Anti Corruption Sulawesi ini mengatakan, dengan banyaknya kasus kriminalisasi yang seakan menjadi tontonan masyarakat, karena adanya imformasi dari media yang lebih terbuka, dan transparan dibandingkan zaman orde baru.
Ia menyebutkan, kasus kriminalisasi di Indonesia sudah ada di zaman orde baru, namun itu kondisinya berbeda dengan saat ini.
Menurutnya, seseorang yang dijerat kriminalisasi itu tujuannya untuk membungkam sasaran agar tidak menantang kebijakan.(*)