2 Profesor Hukum Soroti Langkah Kejari Lutim Tetapkan Kades Balai Kembang Tersangka
Guru Besar Hukum Pidana Unhas Prof Amir Ilyas dan Guru Besar Hukum Tata Negara UIT Prof Patawari dihadirkan sebagai saksi ahli.
TRIBUN-TIMUR.COM, LUTIM - Dua guru besar atau profesor hukum dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan yang diajukan Kepala Desa Balai Kembang Luwu Timur (Lutim) MM yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lutim.
Kuasa hukum MM menghadirkan dua saksi ahli yakni Guru Besar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Amir Ilyas.
Serta Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Timur (UIT) Prof Patawari.
Sidang praperadilan kesekian dalam kasus Kades Balai Kembang yang menghadirkan kedua saksi ahli itu berlangsung di Pengadilan Negeri Malili, Luwu Timur, Kamis (21/8/2025).
Dalam keterangannya, Prof Amir Ilyas menjelaskan terkait SPDP yang tidak pernah disampaikan kepada terlapor (calon tersangka) bisa menjadi alasan batalnya penetapan tersangka.
Baca juga: Penetapan Tersangka Dianggap Cacat Hukum, Kepala Desa Balai Kembang Lutim Ajukan Praperadilan
Baca juga: Ketua Apdesi Sulsel Klaim Kepala Desa Balai Kembang Lutim Kembalikan Kerugian Usai Korupsi
Terhadap penetapan tersangka Kades Balai Kembang MM sendiri tidak pernah disampaikan SPDP.
Berikut penjelasan lengkap Prof Amir Ilyas :
Berdasar putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 ada 2 point:
1. Pertama, poin utama dari penyidikan itu adalah “menentukan siapa tersangkanya,” penyampain SPDP itu bukan saja soal hak dari calon tersangka, tetapi prosedur dari penyidikan hingga dapatnya seseorang ditetapkan sebagai tersangka. Sehingga jika ada prosedur yang cacat (cacat substansi), maka jelas keputusan yang diakhir berupa penetapan tersangka juga menjadi cacat;
2. Berdasarkan pertimbangan dari Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015, tujuan diberikannya SPDP tersebut adalah memberikan kesempatan untuk membela diri dalam konteks mempersiapkan keterangan, alat bukti, termasuk mempersiapkan “kuasa hukum.” Dengan tanpa SPDP kepada terlapor berarti dia tidak pernah diberikan waktu yang matang untuk mempersiapkan pembelaan dirinya. Sehingga dengan tidak diberikannya hak itu, lagi-lagi terkualifikasi sebagai cacat prosedur penyidikan yang berkonsekuensi pada tidak sahnya penetapan tersangka;
2. Selanjutnya terkait Dua Alat Bukti Cukup dalam penetapan Tersangka. Adapun pandangan Ahli ialah Pidana ialah sebagai berikut :
1. Kalau dalam hemat saya, bukti yang dimaksud disitu tidak hanya berkenaan dengan kuantitas/jumlah (bewijs minimum), tetapi juga berkenaan dengan kualitas (bewijsvoering), dan juga kausalitas alat bukti dengan tindak pidana yang disangkakan (bweijskracht).
2. bagaimanapun yang namanya penyelidikan dan penyidikan yang masing-masing untuk menentukan “peristiwa pidana” dan “menemukan tersangka” pasti kerjanya penyidik tidak hanya menguji jumlah alat bukti, tetapi juga harus berkualitas buktinya (harus ada berita acara penyitaan misalnya), dan juga alat bukti itu ia harus hubungkan dengan unsur-unsur tindak pidana yang akan disangkakan.
3. dengan diperluasnya objek praperadilan pasca putusan MK, mau tidak mau untuk penetapan tersangka dalam KUHAP sudah bergeser dari crime control model ke due process of model. Yaitu dari yang dulunya mengutamakan kecepatan (tetapkan saja tersangka dulu nanti tersangka membuktikan dirinya di pengadilan tidak bersalah) bergeser ke kualitas, dan presumption of innocence sehingga peranan penasihat hukum amat penting dengan tujuan menghindari penjatuhan hukuman kepada orang yang tidak bersalah.
4. praperadilan itu merupakan instrumen untuk menghindari terjadinya perampasan hak yang bekepanjangan. Daripada seorang tersangka harus menunggu untuk perkara dilimpah dahulu di pengadilan dalam persidangan pokok perkara, ia sudah bisa memperjuangkan atau mempersoalkan hak-haknya yang dirampas lebih awal. Kalau kasus itu misalnya bukan dalam rana melawan hukum yang berkonsekuensi pidana, tetapi hanya administrasi, jelas alat bukti yang digunakan untuk menetapkannya sebagai tersangka tidak memenuhi kecukupan alat bukti dalam konteks kausalitas atau melanggar asas bewijscracht.
IPMALUTIM Kawal Komitmen PT Vale Pulihkan Dampak Kebocoran Pipa |
![]() |
---|
PT Vale Gerak Cepat hingga Minta Maaf Atas Kebocoran Pipa Minyak di Towuti Lutim |
![]() |
---|
Viral Sepatu Robek Paskibra Lutim, Anggaran Rp300 Ribu per Pasang |
![]() |
---|
Bupati Irwan Pimpin Upacara HUT ke-80 RI di Luwu Timur, Momentum Refleksi dan Kemajuan Daerah |
![]() |
---|
Makassar, Soppeng, dan Luwu Timur Kompak Tak Naikkan Pajak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.