Opini
Mengenang Dr Aswar Hasan: Dedikasi hingga Akhir Hayat dan Persahabatan Abadi
Dr Aswar Hasan SSi MSi atau yang akrab disapa H Aswar Hasan, telah berpulang. Sunyi yang ditinggalkannya
Demikianlah metafora persahabatan itu—teguh, indah, dan penuh makna.
Mereka memulai perjalanan sebagai dosen muda, dengan idealisme yang menyala dan masa depan yang masih berupa kanvas putih.
Satu menjadi cermin bagi yang lain.
Saat ragu dan lelah menghampiri, segelas kopi dan sebaris kalimat penyemangat mampu menyalakan kembali nyala yang meredup.
Mereka sama-sama jatuh bangun mengejar gelar doktor, menanggung sunyi malam-malam panjang menyusun disertasi, hingga berbagi tawa ketika akhirnya gelar “Dr” berhasil mereka sandang.
Persahabatan itu tidak pernah berhenti di pesta perayaan, melainkan hadir di medan pertempuran, ketika kesulitan paling berat harus dihadapi bersama.
Waktu berjalan, uban perlahan menghiasi pelipis, namun ikatan itu tidak pernah pudar. Justru, seperti anggur tua, semakin lama semakin bernilai.
Senyum mereka tetap tulus saat melihat satu sama lain berhasil.
Baca juga: Iqbal Sultan: Aswar Hasan, dari Dosen hingga Dipercaya Jadi Wali Nikah
Mereka menjadi tempat pulang bagi cerita yang tak butuh disaring, dalam dunia akademik yang keras, persahabatan itu adalah oasis kehangatan.
Kini, satu pohon telah tumbang, dan Hasrullah harus menanggung sunyi paling dalam.
Sunyi yang hanya dipahami mereka yang kehilangan separuh jiwanya.
Kursi di sebelahnya kini kosong, telepon yang biasanya berbunyi dengan sapaan akrab, kini diam membisu.
Namun, Aswar Hasan sesungguhnya tidak pernah benar-benar pergi.
Ia hidup di setiap jengkal kampus ini, di setiap buku yang tersusun di perpustakaan, di setiap kelas yang pernah ia masuki, dan di setiap semangat yang ia titipkan pada sahabatnya.
Kini Hasrullahlah yang menjadi penjaga api warisan itu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.