Opini Anshar Aminullah
Jumat Berkah Menuju Pengabdian, Ikhtiar Prof Budu untuk Unhas
Sejak saat itu, hari Jumat tidak hanya menjadi ritual wajib sekali dalam seminggu, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan kesadaran kolektif umat.
Variabel orang-orang yang ikut berdinamika di dalamnya, juga sesungguhnya adalah semacam pekerja sejarah yang nyata. Mereka adalah pejalan-pejalan akademis, pelaku-pelaku mekanisme kenyataan, yang tahu betul apa isi dunia kampus, sehingga mereka juga memiliki pemikiran yang strategis dan mendasar, jika harus menerjemahkan konversi nilai religius itu ke dalam aktualisasi realistik di momen pemilihan rektor Unhas ini.
Apa yang di ikhtiarkan Prof Budu di hari jumat ini, akan menjadi langkah-langkah adab-budaya bagi insan akademis yang berhikmah dari kerendahhatian.
Sehingga kelak, produk yang dihasilkan saat amanah rektor itu ditakdirkan kepadanya, akan menghindarkan umat pada keterjebakan dan bumerang peradaban yang terlalu mahal dampaknya jika tidak segera dibenahi, khususnya pada mindset gen alpha dan para gen z yang baru saja memasuki proses belajarnya di dunia kampus.
Tidak mudah memang perjuangan seorang Prof Budu, khususnya ketika harus bersaing dengan petahana yang masih ikut berkompetisi di Pilrek kali ini.
Tradisi dua periode seolah menjadi mitos tersendiri, yang acapkali memaksa para calon Rektor baru untuk tidak usah buang-buang energi.
Dan mungkin nanti, kondisi seperti itu akan menjadi situasi yang akan terasa buntu, seolah tidak ada lagi jalan untuk membalikkan keadaan bagi Prof Budu dan Timnya.
Namun ingatkah kita apa yang pernah diungkapkan oleh Harriet Beecher Stowe (1811–1896), seorang novelis asal Amerika Serikat, bahwa "Jika Anda berada di tempat yang sulit dan segala sesuatu menentang Anda sampai-sampal Anda merasa tidak akan mampu bertahan lebih dari semenit lagi, jangan pernah menyerah karena justru itulah tempat dari waktu ketika gelombang akan berbalik".
Dari titik inilah, seorang Prof Budu akan mengajarkan anak bangsa di lintas generasi, bahwa perjuangan akademik bukan sekadar soal menang atau kalah, melainkan keberanian untuk tetap setia pada nilai, teguh pada cita, dan percaya bahwa setiap langkah yang tulus selalu akan menemukan jalannya.
Dan bisa jadi, kalimat tersebut menjadi rangkaian pidatonya guna mengikat solidaritas civitas akademik, menanamkan visinya kepada mereka, serta sebagai penanda permulaan kepemimpinannya di Unhas, tepat disaat dia baru saja menjalani prosesi pelantikan sebagai Rektor Universitas Hasanuddin 2026-2030.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.