Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Di Balik Jargon Damai, Luka Moral di Parepare Tak Pernah Sembuh

Terlebih Parepare tak pernah masuk dalam deretan 10 besar di tiga tahun belakangan dalam IKT.

Editor: Sudirman
Ahmad
OPINI - Ahmad SM Pegiat KBB/Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 

Oleh: Ahmad SM

Pegiat KBB/Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

TRIBUN-TIMUR.COM - ARTIKEL ini merupakan tanggapan atas opini Hannani Yunus (disingkat HY) berjudul “Parepare adalah Kota Damai, Bukan Intoleran Apalagi Sengketa” di Tribun Timur bertarikh 22 Juli 2025.

Dari judul dan keseluruhan isinya, tulisan HY cukup memberi gambaran absennya empati atas apa yang sejatinya “berdenyut”—istilah HY—di Parepare dan bentuk penyangkalan atas temuan riset Indeks Kota Toleran (IKT) 2024 yang diluncurkan oleh Setara Institute di penghujung Mei 2025 lalu yang menempatkan Parepare di urutan paling buncit.

Terlebih Parepare tak pernah masuk dalam deretan 10 besar di tiga tahun belakangan dalam IKT.

Jika ditelusuri lebih dalam, HY menyajikan tulisannya tanpa data yang sahih, namun hanya berisi klaim “damai” dan juga mengawetkan mitos “kota cinta” yang belum lama menjadi branding kota Parepare.

Ironisnya, klaim seperti ini meninabobokkan publik sambil menafikan suara-suara kelompok yang selama ini berjuang untuk mendapatkan haknya.

Di beberapa kasus kebebasan berekspresi hingga Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) yang pernah saya dampingi sejak 10 tahun terakhir di Yogyakarta, jargon “damai” kerap dilontarkan oleh pejabat pemerintah, aristokrat atau seseorang dengan berlapis hak istimewa (privilege).

Meneriakkan jargon seperti itu tak akan pernah benar-benar menuntaskan persoalan dan tak ubahnya sekadar angin surga. Apa pasalnya?

Berikut beberapa catatan untuk membongkar klaim “damai” HY dalam tulisannya.

Pertama, HY tak sedikit pun membahas riset yang ia maksud.

HY menyebut “pembacaan sempit terhadap satu potret riset, yang tidak sepenuhnya mencerminkan realitas sosial” di paragraf ketiga dan “menilai sebuah kota hanya dari satu sisi” di paragraf keenam belas, kalimat-kalimat ini kurang tepat, Setara Institute dalam laporan riset IKT-nya berbasis pada framework delapan indikator.

Dari delapan indikator itu, presentase terbesar ialah di indikator kedua (Kebijakan Pemkot) dan indikator ketiga (Peristiwa Intoleransi)—sebesar 20 persen.

Parepare berada di posisi paling bawah di peringat 94. Di indikator kedua dan ketiga Parepare memiliki skor 5,06 dan 3,00.

Setara Institute juga memberi garisbawahi dalam risetnya, “suatu kota mendapatkan skor terendah bukan hanya disebabkan terjadinya peristiwa intoleran ataupun hal-hal lainnya yang destruktif terhadap toleransi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Reshuffle Menteri

 

Angngapami?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved