Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Jeneponto

Alasan Warga Jeneponto Sulsel Nikahkan Anak: Pintar Cari Uang tak Perlu Sekolah

Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel) mencatat 233 perkara isbat nikah hingga Juli 2025.

Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM/MUH AGUNG
NIKAH MUDA-Kantor Pengadilan Agama di Jl Pahlawan, Kecamatan Binamu, Kebupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (31/12/2024). Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel) mencatat 233 perkara isbat nikah periode 1 Januari hingga 17 Juli 2025. 

Ia juga menyoroti nikah siri yang tidak memenuhi syarat maupun rukun.

Seperti pernikahan silariang (kawin lari) tanpa wali dan restu orang tua.

"Itu yang paling parah," tegasnya.

Silariang adalah istilah dalam budaya Bugis-Makassar (Sulawesi Selatan) yang merujuk pada tindakan sepasang kekasih yang melarikan diri bersama untuk menikah secara diam-diam tanpa restu atau izin dari orang tua pihak perempuan.

"Silariang" berasal dari kata “lari”, artinya kabur atau melarikan diri. Dalam konteks budaya, silariang berarti “melarikan diri untuk menikah”.
Silariang dianggap pelanggaran terhadap norma adat dan kehormatan keluarga, terutama keluarga perempuan.

Dalam budaya Bugis-Makassar, kehormatan (siri') adalah nilai utama. Silariang bisa menyebabkan aib besar bagi keluarga.

Kepala Seksi (Kasi) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) Jeneponto, Baharuddin menambahkan, salah satu penyebab banyaknya isbat nikah adalah pernikahan dini.

"Nanti setelah tiba masa usianya cukup 19 tahun baru dia melakukan isbat, melakukan pendaftaran dan itu sah," kata Baharuddin via telepon, Jumat (25/7/2025)

Ia mengungkapkan, banyak pasangan di pelosok daerah tidak menerima buku nikah.

Penyebabnya karena biaya administrasi tidak disetorkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) .

"Uang nikahnya yang Rp600 ribu kadang tidak setor ke KUA sehingga tidak terbit surat nikahnya. Saat butuh, seperti anak mau sekolah, baru mengadu ke KUA," kata Baharuddin.

Ia membeberkan, pemicu utama pernikahan dini adalah budaya dan tekanan ekonomi di wilayah tertentu.

"Pernikahan dini tertinggi ada di Kecamatan Rumbia dan Bangkala Barat," katanya.

"Orang tua menganggap anaknya sudah bisa bekerja, tidak perlu sekolah. Pintar mi cari duit, menikah saja," imbuhnya.(*)

Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Agung Putra Pratama

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved