Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Harga Beras Melonjak, Pengamat Nilai Ada Pemain di Dalamnya

Hal ini menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah di bidang perdagangan dan pertanian dalam mengatur swasembada pangan.

Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Alfian
Dokumen pribadi/ Prof Anas Iswanto Anwar
HARGA BERAS - Pengamat Ekonomi, Prof Anas Iswanto Anwar. Prof Anas menyebut, masalah beras selama ini banyak pemain di dalamnya. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Harga beras alami lonjakan di beberapa daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel). Kenaikan ini di tengah klaim produksi beras alami surplus.

Pengamat Ekonomi, Prof Anas Iswanto Anwar menyebut, masalah beras selama ini didengar banyak pemain di dalamnya. Dari data sekarang ini, beras melimpah, tapi harganya naik.

“Maka itu bukti ada pemain besar di belakang beras ini,” sebutnya saat dihubungi Tribun-Timur.com, Senin (21/7/2025).

Prof Anas turut menyoroti beras oplosan.

Menurut dia, isu beras oplosan ini menjadi kesempatan bagi pedagang menaikkan harga.

Hal ini menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah di bidang perdagangan dan pertanian dalam mengatur swasembada pangan.

Swasembada pangan itu, ungkap dia, terkait ketersediaan dan harga.

“Jadi dua hal itu sampai sekarang belum mampu dikendalikan oleh pemerintah,” ungkapnya.

Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (FEB Unhas) ini menambahkan, kalau pun ketersediaan beras ada, harganya lagi yang mahal atau harganya mahal, tapi tidak tersedia lagi di masyarakat.

Baca juga: Bulog Salurkan 62 Ton Beras Untuk 32 Ribu Warga Kurang Mampu di Takalar

Jadi masyarakatlah selalu dirugikan.

Ia menyampaikan, koordinasi terhadap ketersediaan beras dan harga selalu menghantui dari sisi supply dan demand.  Hal tersebut bukan pertama kali terjadi.

“Akhirnya masyarakat bisa mengklaim pemerintah belum mampu swasembada pangan, dalam arti ketersediaan dan harga,” tuturnya.

Harga beras alami kenaikan secara bertahap sejak April lalu hingga Juli ini.

Prof Anas menilai pemerintah tidak mampu mendeteksi awal adanya kenaikan harga beras. Apalagi, kalau trennya sudah lama dan terus menunjukkan kecenderungan naik.

Tentu perlu dipertanyakan kinerja dari Kementerian Pertanian maupun Kementerian Perdagangan.

Sebab, setahunya setiap minggu ada survei harga pangan dilaporkan ke pusat.

Harusnya dua kementerian tersebut bergerak cepat untuk meredam kenaikan harga beras berdasarkan survei itu.

Caranya dengan operasi pasar yang benar-benar, bukan operasi  pasar hanya pencitraan.

“Kalau dari April sampai sekarang (harga beras naik) itu kecolongan pemerintah dalam mendeteksi atau memantau harga beras karena lebih mudah diatasi kalau pergerakan kenaikannya tak banyak. Kalau sudah banyak, selisihnya agak besar, itu sulit dikendalikan,” paparnya.

Ia melanjutkan, ada pula kelompok besar dan orang-orang tertentu selalu mencari keuntungan dalam kondisi tertentu.

Mereka ini pemilik modal besar, bisa menahan beras baru melepasnya di pasaran.

“Jadi by desain oleh kelompok atau bermodal tertentu yang tak bisa dideteksi oleh pemerintah,” ujarnya dosen kelahiran Makassar ini.

Salah satu upaya dilakukan pemerintah menekan harga beras dengan menyalurkan beras program Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP). Tujuannya agar stok beras banyak, sehingga harganya turun.

Prof Anas memaparkan, kalau melihat hukum supply demand jika tren kenaikan harga harus dilawan dengan supply.

Kalau supply ditambah, maka harga bisa turun kalau memang persoalannya di stok yang kurang

Namun, ia tak melihat masalah beras itu pada stoknya. Melainkan pada kelompok-kelompok tertentu yang memainkan harga beras. Kelompok ini perlu diberi efek jerah.

“Masa itu tidak bisa didapat yang mempermainkan harga. Itu benar-benar harus ditindak,” tegas Ketua Program Studi Doktor (S3) Ilmu Ekonomi periode 2018-2022 ini.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved