Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Harlah PKB Sulsel

Kepala Bappelitbangda Sulsel: Ada 18 Masalah Pembangunan Jadi PR Besar RPJMD

Permasalahan ini menjadi sorotan saat proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2030.

|
Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Sudirman
Ist
DISKUSI PKB SULSEL - Suasana diskusi PKB Sulsel di Kantor DPW PKB Sulsel, Jl Racing Center, Kota Makassar, Sabtu (19/7/2025). 18 masalah pembangunan di Sulsel 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Kepala Bappelitbangda Sulsel, Setiawan Aswad, mengungkapkan 18 permasalahan pembangunan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah hingga 20 tahun ke depan.

Permasalahan ini menjadi sorotan penting dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2030.

“Setelah kita melewati 20 tahun pembangunan jangka panjang, kita identifikasi setidaknya 18 masalah utama pembangunan. Ini menjadi dasar kita menyusun arah pembangunan lima tahun ke depan,” kata Setiawan Aswad saat diskusi perayaan hari lahir ke-27 PKB di Kantor DPW PKB Sulsel, Jl Racing Center, Kota Makassar, Sabtu (19/7/2025).

Diskusi bertajuk Membaca Visi, Permasalahan dan Prioritas Pembangunan Sulawesi Selatan 2025-2030.

Hadir enam narasumber yaitu Ketua DPW PKB Sulsel Azhar Arsyad SH MH, Setiawan Aswad, Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren Se-Sulawesi Selatan Dr KH Afifuddin Harisah Lc MAg, Lucia Palulungan dari Yayasan BaKTI, dan ekonom Unhas Dr Agussalim.

Setiawan Aswad mengurai satu per satu pemasalahan pembangunan di Sulsel.

Pertama pendapatan per kapita Sulsel masih rendah, berada di peringkat 16 dari 38 provinsi. Ketimpangan pendapatan juga masih tinggi dilihat dari Gini Rasio.

"Angka kemiskinan kita juga masih besar, terutama di wilayah pedesaan, lalu ada daya saing daerah belum optimal, Sulsel menempati posisi ke-20 secara nasional," ungkapnya.

Tak hanya itu, indikator kesehatan masyarakat masih lemah, usia harapan hidup rendah dan angka kematian ibu dan anak tinggi dan pendidikan belum merata, dilihat dari rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah.

Baca juga: PKB Sulsel Diskusi Strategis, Azhar Arsyad: Bahan Rekomendasi untuk Pemerintah Demi Pembangunan

Selain itu, indeks toleransi dan moderasi beragama rendah, di bawah rata-rata nasional serta reformasi birokrasi belum adaptif, pemerintahan belum cepat menanggapi perubahan dan tantangan pembangunan.

"Infrastruktur belum memadai, banyak irigasi rusak, kemantapan jalan menurun, dan pelabuhan provinsi belum maksimal," ujarnya.

Risiko bencana tinggi, dampaknya masih besar terhadap keselamatan jiwa dan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
 
"Juga ada alih fungsi lahan dan penurunan kualitas lingkungan masih terjadi, khususnya di wilayah hulu daerah aliran sungai," kata dia.

Optimalnya pengembangan ekonomi biru dan hijau, padahal Sulsel memiliki potensi besar di sektor maritim.

“Komponen sosial mendominasi indeks ekonomi biru kita, padahal sisi ekonominya masih sangat rendah. Ini tantangan besar bagi provinsi maritim seperti Sulsel,” jelasnya.

Termasuk kualitas air minum. "Air minum, layak tapi tidak aman," kata Setiawan Aswad.

Kemandirian pangan dan energi masih rentan, serta banyak desa yang belum berperan optimal dalam penggerakan ekonomi daerah.

“Kalau kita tidak fokus dari sekarang, maka lima tahun ke depan akan kita habiskan hanya untuk mengejar ketertinggalan. Maka penyusunan RPJMD ini harus jadi momentum menyusun langkah nyata,” kata Setiawan

Sementara Ketua PKB Sulsel, Azhar Arsyad mengatakan, selama ini keterlibatan publik dalam proses perencanaan pembangunan hanya bersifat formalitas dan cenderung simbolik.

“Padahal, RPJMD bukan hanya untuk mengharmonisasikan visi-misi gubernur. Dokumen ini juga harus menjawab kepentingan daerah dan isu-isu strategis seperti kemiskinan, lingkungan, kualitas lahan, air, hingga literasi dan numerasi,” tambah dia.

Pelibatan masyarakat secara substantif perlu diperkuat.

Hal ini untuk memastikan RPJMD benar-benar menjadi alat pembangunan yang kontekstual dan responsif terhadap kebutuhan riil.

Azhar menyebut kegiatan seperti ini tidak boleh berhenti di seremoni, tapi harus menjadi sarana penguatan kapasitas dan pengayaan pemikiran para pembuat kebijakan.

“Kegiatan ini bukan hanya sekadar pengayaan kapasitas, tapi juga bahan dasar agar kita semua bisa bekerja lebih efektif dan sesuai konteks pembangunan daerah,” tutupnya.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved