Pengangguran Sulsel
Pengangguran di Maros Sulsel Capai 8.295 Orang, Sarjana Paling Banyak
Jumlah pengangguran terbuka di Maros mencapai 8.295 orang. Didominasi usia muda dan lulusan perguruan tinggi. Ranperda Ketenagakerjaan mulai digodok.
Penulis: Nurul Hidayah | Editor: Sukmawati Ibrahim
“Kalau sudah jadi perda, artinya kita semua, termasuk pemerintah, harus tunduk dan patuh terhadap aturan tersebut,” tegasnya.
Ia berharap, dengan adanya payung hukum ini, angka pengangguran di Maros bisa ditekan secara signifikan.
Sementara itu, anggota DPRD Maros, Arie Anugrah, menyoroti tingginya angka pengangguran di daerahnya.
Menurutnya, upaya Pemda sebenarnya sudah cukup baik, namun masih terkendala sistem yang belum terpadu.
“Saya melihat yang masih menjadi kendala utama adalah sistem yang digunakan belum terpadu. Akibatnya, banyak program yang terlambat dan tidak tepat sasaran,” kata legislator PAN ini.
Ia menyebut minimnya pelatihan bersertifikat, sulitnya akses informasi lowongan kerja, serta terbatasnya keterbukaan bantuan bagi pelaku UMKM.
“Masyarakat masih kesulitan mencari informasi lowongan kerja di perusahaan-perusahaan ada di Maros. Keterbukaan informasi juga sangat minim, termasuk bantuan bagi pelaku UMKM,” jelasnya.
Arie juga menyoroti isu kesejahteraan pekerja yang menurutnya belum menjadi perhatian serius.
“Kalau kita lihat dari beberapa demonstrasi yang terjadi, artinya ada persoalan serius soal kesejahteraan tenaga kerja. Ini membuat banyak pekerja tidak betah dan tingkat turnover tinggi,” ujarnya.
Ia berharap Perda Ketenagakerjaan yang sedang dibahas bisa memperbaiki sistem secara menyeluruh.
“Saya berharap, dengan disahkannya Perda Ketenagakerjaan nanti, Pemda bisa lebih maksimal menyusun sistem yang terpadu dan menjalankan program pengentasan pengangguran secara optimal,” ucapnya.
Arie juga mengkritisi belum adanya pengganti mediator ketenagakerjaan yang telah pensiun.
“Mediator yang menjadi penengah antara pekerja dan perusahaan itu sudah pensiun, tapi belum ada penggantinya sampai sekarang. Ini membuat penanganan berbagai persoalan ketenagakerjaan menjadi lamban,” katanya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti belum terbentuknya LKS Tripartit karena minimnya anggaran.
“Katanya masih dalam proses, tapi anggarannya juga minim. Artinya ini tidak menjadi prioritas,” tambah Arie.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.