Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

DPRD Sulsel

Dulu Hanya Yeni Rahman Berani Kritik Sudirman Kini Anggota Dewan Ramai-ramai Bicara

Kini Anggota DPRD dari pendukung Andi Sudirman-Fatma juga melayangkan kritik soal utang Dana Bagi Hasil, tak hadiri paripurna hingga antimager.

Editor: Muh Hasim Arfah
dok dprd sulsel/erlan saputra
LEGISLATOR KRITIK SUDIRMAN- Anggota DPRD Sulsel Yeni Rahman (PKS), Heriwawan (Demokrat), Fatmawati (Demokrat), dan Kamaruddin (Fraksi Harapan) mengkritik kepemimpinan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi dalam sidang paripurna di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Selasa (8/7/2025). Beberapa anggota DPRD Sulsel dari fraksi lain pun ramai-ramai kritik kepemimpinan Andi Sudirman. 

TRIBUN-TIMUR.COM- Tribuners tentu masih ingat dengan kritik Yeni Rahman atas ketidakhadiran Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman saat rapat paripurna, April 2025 lalu. 

Saat itu, Andi Sudirman-Fatmawati Rusdi baru dua bulan menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur Sulsel. 

Saat itu, hanya Yeni Rahman berani kritik Andi Sudirman Sulaiman

Kini setelah tiga bulan berlalu, tak hanya Yeni Rahman layangkan kritik. 

Beberapa anggota DPRD Sulsel dari fraksi lain pun ramai-ramai kritik kepemimpinan Andi Sudirman. 

Bahkan, DPRD kini melayangkan hak angket terhadap lahan pemprov di CPI. 

Beberapa kritik adalah Andi Sudirman Sulaiman jarang hadiri sidang paripurna. 

Kemudian, soal utang Dana Bagi Hasil (DBH) ke kabupaten/kota. 

Tak hanya itu, anggota DPRD Sulsel juga kritik Sudirman soal  

Fraksi Partai Demokrat DPRD Sulsel tak puas atas jawaban Pemerintah Provinsi Sulsel terkait utang Dana Bagi Hasil (DBH) ke kabupaten/kota.

Hal itu disampaikan setelah mendengarkan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sulawesi Selatan 2025–2029.

Dalam rapat paripurna tersebut, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman tidak hadir secara langsung.

Ia mengutus Wakil Gubernur Sulsel, Fatmawati Rusdi untuk menyampaikan jawaban resmi Pemprov Sulsel di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Selasa (8/7/2025). malam.

Ketua Fraksi Demokrat, Fatma Wahyudin, menilai jawaban yang disampaikan Pemprov Sulsel terlalu umum.

Menurutnya, jawaban itu tidak memberikan rincian konkret terkait nominal utang DBH yang akan dibayarkan kepada kabupaten/kota di Sulsel.

"Ada beberapa poin yang mengganjal di pikiran saya, terutama terkait pembayaran DBH. Di sini tidak tercantum angka atau nominal sama sekali. Hanya disebutkan pembayaran akan dilakukan setiap dua bulan atau tiga bulan. Kami dari Fraksi Demokrat butuh rincian,” tegas Fatma.

Baginya, jawaban yang diberikan hanya bersifat naratif.

Sebab, tidak menyertakan data teknis mengenai besaran DBH yang akan dibayarkan.

"Fraksi Demokrat butuh rincian seberapa besar (utang) DBH yang akan dibayarkan oleh pemerintah provinsi di setiap bulan, setiap 2 atau 3 bulan dan berapa di tahun 2025, 2026 sampai 2027," tegas Fatma.

Menurut Fatma, hal ini penting agar DPRD sebagai lembaga pengawasan bisa menjalankan fungsinya dengan maksimal.

Termasuk memastikan hak kabupaten/kota tersalurkan tepat waktu dan tepat jumlah.

Sementara itu, Sekretaris Fraksi PKS, Yeni Rahman, secara terbuka menyampaikan kekecewaannya terhadap jawaban Pemprov Sulsel.

Pemprov Sulsel dianggap tidak menjawab substansi pertanyaan terkait defisit anggaran dan dana bagi hasil (DBH) pajak ke kabupaten/kota.

"Ini membuktikan bahwa memang Pemprov Sulsel tidak mampu menjawab kritikan kami,” tegas Yeni kepada Tribun-Timur, Rabu (9/7/2025).

Yeni Rahman pun blak-blakan menyoroti defisit APBD Sulsel 2024 yang tercatat sebesar Rp1,4 triliun.

Hal ini jauh melewati batas maksimal yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 83 Tahun 2023 yakni 4,35 persen dari total pendapatan.

Dengan kapasitas fiskal rendah, seharusnya batas defisit Pemprov Sulsel hanya sekitar Rp434 miliar. 

"Tapi sekarang malah membengkak lebih dari tiga kali lipat. Ini akibat perencanaan belanja yang tidak realistis atau penundaan pembayaran utang. Dan itu tidak dijawab sama sekali Pemprov,” papar Yeni.


Kritik Anti Mager


Fraksi Partai Demokrat DPRD Sulsel melayangkan kritik terhadap Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman

Kritik itu dilayangkan dalam Rapat Paripurna DPRD Sulsel yang membahas Rancangan Perubahan APBD 2024 dan Rancangan RPJMD 2025–2029, Selasa (8/7/2025) siang.

Sekretaris Fraksi Demokrat, Heriwawan, menyampaikan langsung sindiran tersebut saat menyampaikan pandangan umum fraksi. 

Politisi Partai Demokrat itu, menyesalkan ketidakhadiran Andi Sudirman dalam forum strategis DPRD Sulsel.

Menurut Heriwawan, momen tersebut justru merupakan saat yang krusial untuk menjalin komunikasi antara legislatif dan eksekutif. 

Ketidakhadiran gubernur dinilai mencederai esensi akuntabilitas dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan.

"Fraksi Demokrat menyoroti renggangnya relasi eksekutif dan legislatif belakangan ini. Ketidakhadiran Gubernur atau Wakil Gubernur Sulsel dalam forum resmi seperti Rapat Paripurna bukan hal sepele," tegas Heriwawan di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo.

Lebih lanjut, Heriwawan menyentil citra publik Gubernur Sulsel yang selama ini tampil aktif dalam gerakan sosial.

Namun, Andi Sudirman dinilai abai dalam forum akuntabilitas.

"Hadir di panggung publik seperti ‘Gerakan Anti Mager’, namun ‘mager’ di ruang akuntabilitas memberi kesan abai terhadap substansi," ucapnya.

Ia mengingatkan bahwa undangan DPRD Sulsel adalah mandat rakyat, dan mengabaikannya sama saja dengan mengabaikan suara publik.

"Kami tegaskan, undangan DPRD adalah mandat rakyat. Mengabaikannya berarti mengabaikan suara publik," tegas Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulsel itu.

Menurutnya, ketidakhadiran Andi Sudirman dalam forum strategis seperti ini bisa merusak komunikasi politik antara dua pilar utama pemerintahan daerah. 

Heriwawan bahkan menyebut dampaknya bisa meluas hingga menimbulkan disinformasi dan melemahkan legitimasi kebijakan di mata publik.

"Ketidakhadiran dalam forum strategis merusak komunikasi, menimbulkan disinformasi, dan melemahkan legitimasi kebijakan. Masyarakat menyaksikan semua ini, dan kepercayaan publik adalah modal utama pemerintahan," tutup Heriwawan.

Sementara itu, anggota Fraksi Harapan (Hanura-PAN), Kamaruddin, menyampaikan setidaknya enam poin penting yang menjadi sorotan dan perhatian pihaknya.

Pertama, Fraksi Harapan menyoroti keterlambatan penyerahan dokumen RPJMD dari pihak eksekutif.

“Penyerahan Dokumen RPJMD ini mengalami keterlambatan atau tidak sesuai jadwal yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri," kata Kamaruddin

Sehingga pembahasannya kemungkinan akan mengalami keterlambatan. 

"Mohon penjelasan atas keterlambatan ini,” ujar Kamaruddin.(tribun-timur.com/erlan saputra)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved