Save Sulawesi
Sulteng Rusak karena Tambang, Anggota DPRD: Kewenangan Kami Terbatas!
DPRD Sulawesi Tengah dan pemerintah daerah setempat menghadapi tembok besar dalam mengawasi aktivitas pertambangan di wilayah mereka.
TRIBUN-TIMUR.COM, SULAWESI TENGAH – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah dan pemerintah daerah setempat menghadapi tembok besar dalam mengawasi aktivitas pertambangan di wilayah mereka.
Pasalnya, kewenangan yang terbatas, sebagaimana diatur dalam undang-undang, telah menjadi penghalang utama, berujung pada kerusakan lingkungan masif dan kerugian bagi masyarakat.
Anggota DPRD Sulawesi Tengah, Muhammad Safri, tidak menutupi kekecewaannya.
Ia mengungkapkan bahwa meskipun berbagai rekomendasi telah dikeluarkan oleh DPRD terkait praktik pertambangan, implementasinya selalu terbentur batasan.
"Kewenangan kami sangat terbatas," tegas Safri saat podcast #SAVESULAWESI | Amuk Tambang: Siapa Perusak Sulawesi Tengah? di Studio Tribun Timur, Kota Makassar, Sulsel, Minggu (6/7/2025).
Ia menambahkan bahwa kondisi serupa juga dialami oleh pemerintah daerah, baik bupati maupun gubernur, yang seolah "terikat" oleh aturan hukum yang ada.
Baca juga: Amuk Tambang Sulteng, Legislator PKB Bongkar Pembiaran dan Kerusakan Sistematis di Morowali
Saat ini, inspektur tambang di daerah hanya bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat, tanpa memiliki wewenang eksekusi di lapangan.
"Akibatnya, meskipun kerusakan lingkungan semakin parah, pemerintah daerah cenderung tidak bisa berbuat banyak," ujar seorang sumber anonim yang memahami situasi ini.
Guna memecah kebuntuan ini, upaya uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 14 Ayat 1 dan 3 telah diajukan.
Pasal 14 ayat 1 berbunyi: Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi.
Kemudian, pasal 14 ayat 3 berbunyi: Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Harapannya, pemerintah daerah dapat diberikan kewenangan yang lebih besar dan mandiri dalam mengawasi sektor pertambangan.
Ironisnya, di tengah keterbatasan kewenangan ini, terungkap bahwa sekitar 85 persen pemilik konsesi pertambangan di Sulawesi Tengah adalah pihak dari luar daerah, bahkan luar negeri.
Kontribusi sektor pertambangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pun terbilang minim.
Dari total potensi pajak yang mencapai Rp571 triliun, Sulawesi Tengah hanya menerima Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 220 miliar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.