Agam Rinjani
Kisah Agam Rinjani Bikin Deddy Corbuzier Takjub dan Tak Banyak Kata-kata: Lu Hebat Banget
Deddy Corbuzier tak banyak bicara di hadapan Abdul Haris Agam atau lebih dikenal Agam Rinjani.
TRIBUN-TIMUR.COM - Jika biasanya Deddy Corbuzier banyak menimpali cerita narasumber yang tampil di Podcast-nya, kali ini berbeda.
Deddy Corbuzier tak banyak bicara di hadapan Abdul Haris Agam atau lebih dikenal Agam Rinjani.
Agam Rinjani jadi narasumber Podcast Deddy Corbuzier yang tayang di kanal YouTube, Selasa (1/7/2025).
Dalam video berjudul AGAM RINJANI EXCLUSIVE! KAMI TIDUR DAN HUJAN BATU MULAI TURUN, durasi 1 jam lebih 31 menit, Deddy Corbuzier hanya sesekali menimpali.
Deddy Corbuzier takjub dengan kisah hidup Agam Rinjani.
"Gila nih orang, gokil, gila," itulah beberapa ucapan Deddy Corbuzier saat menimpali cerita Agam Rinjani, dikutip dari Podcast Deddy Corbuzier, Rabu (2/7/2025).
Kisah hidup Agam Rinjani anak Makassar merantau di Lombok nyatanya tak mulus.
Perjuangan hidup dikisahkan Agam Rinjani secara jenaka membuat Deddy Corbuzier dan staff di studio beberapa kali tertawa.
"Agam Rinjani. Udah lah gue gak punya kata-kata lain kecuali lu hebat banget," kata Deddy Corbuzier.
"Tapi tetap melestarikan Rinjani sama teman-teman yang ada di sana," imbuhnya.
Sosok Agam Rinjani jadi perbincangan belakangan ini usai videonya mengevakuasi Juliana Marins, pendaki Brasil yang meninggal dunia di Gunung Rinjani, viral di media sosial.
Lantas seperti kisah Agam Rinjani yang bikin Deddy Corbuzier takjub?
Berikut Tribun-Timur.com rangkum kisah Agam yang memutuskan menetap di Rinjani, dari Podcast Deddy Corbuzier:
Merantau Berbekal Rp10 Ribu
Agam Rinjani bercerita, semua bermula saat mendaki di Gunung Rinjani tahun 2011.
Saat itu Agam masih kuliah semester 3 Jurusan Ilmu Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Hasanuddin (Unhas)
"Selesai naik gunung pulang. Sarjana saya Kemana saya ini merantau," kata Agam.
"Bingung saya kan di kampus aja terus tinggal. Masa alumni masih tinggal di himpunan?," imbuhnya.
Deddy Corbuzier tertawa mendengar cerita Agam.
"Super senior di kampus kan. Mau kemana kerja, ijazah Antro susah dapat kerja," kata Agam lagi.
"Bisa masuk pegawai bank kalau tampan. Saya ini pas-pasang gonrong pula," imbuhnya.
"Kayak preman," timpal Deddy.
"Jadi merantau aja deh," lanjut Agam.
Pada momen itu, seorang junior menghubungi Agam
Ia minta Agam mengantarnya ke Rinjani.
Saat itu, Agam tidak punya uang.
Sang juniorpun mengatakan akan membiayai Agam.
Maka berangkatlah Agam bersama juniornya ke Gunung Rinjani pada tahun 2016.
Saat berada di Gunung Rinjani, ada sebuah insiden.
Seorang pendaki dari Palembang meninggal karena tenggelam di pemandian air panas dekat Danau Segara Anak.
Akhirnya, Agam inisiatif evakuasi.
Agam mengajak temannya bersama guide anak Palembang, membawa jenazah korban turun.
"Ini kan pendakian kedua. Lu udah dapet pengalaman kayak gitu kan. Terus kenapa akhirnya lu terus tinggal di Rinjani?," tanya Deddy.
"Pulang ke Bali. Jadi sudah mau pulang Makassar. Kupikir, eh kembali lagi saya ke kampus. Malasku. Sudah lu nih malu-malu saya," jawab Agam.
"Wah merantau. Saya sobek tiketku. Anak-anak (teman-teman Agam) masuk semua pulang," tambah Agam
Di Bali, Agam bingung mau ngapain.
"Uangku 10 ribu rupiah bang," kata Agam.
"Serius?," timpal Deddy tercengang.
"Ada ada orang saya kenal. Eh ada ilmu ko maksudnya mau saya kerja apapun bisa bertahan hidup," kata Agam.
"Ku cari makan. Sudah lapar itu ku beli rokok lagi, uang Rp 10 ribu," ujar Agam disambut tawa Deddy dan staffnya.
"Emang preman," timpal Deddy.
Setelahnya, Agam masuk ke kawasan Universitas Udayana dengan harapan bisa bertemu teman-teman jurusan Antropologi pernah ditemuinya dahulu saat ada kegiatan nasional.
Agam berharap bisa menumpang makan di situ.
Nyatanya, tidak ada yang mengenali Agam.
Agam lalu membeli kopi seharga Rp3 ribu.
"Diusir saya," kata Agam.
"Kenapa?," tanya Deddy.
"Ternyata kampus di sana gak bisa nginap," jawab Agam.
"Oh lu mau nginap?," tanya Deddy lagi.
"Iya numpang tidur," jawab Agam.
"Jadi lu tuh duit Rp10 ribu tuh tidak termasuk penginapan?," tanya Deddy lagi.
"Nda ada. Saya saja dari bandara jalan kaki," ujar Agam.
"Gila lu," timpal Deddy sambil tertawa.
Tukang Cuci Piring di Warung Lalapan
Akhirnya Agam keluar dari kampus.
Agam pun menemukan penjual lalapan.
Ibu penjual lalapan mengira Agam preman.
"(Saya) bilang bu, saya orang baik bu. Ini kartu mahasiswaku. Tapi saya sudah sarjana. Ini KTP ku. Boleh numpang makan saya bu. Saya bantu cuci piring apa," kata Agam menirukan ucapannya kepada ibu penjual lalapan.
Ibu penjual lalapan lantas menatap Agam.
"Bu orang baik saya bu ini," lanjut Agam
Ibu penjual lalapan pun mengizinkan.
"Jadi rajin saya bantu. Cuci piring apalah. Ladeni tamu," kata Agam.
"Dikasih makan saya. Nda usah dibayar uang. Makan saya," lanjut Agam.
Tak hanya makanan, Agam juga diberi rokok oleh ibu penjual lalapan.
"Ow baik dia," timpal Deddy.
"Baik. Rajin saya. Tapi ku bilang kalau di sini terus, jadi penjual lalapan saya ini," kata Agam.
Lagi-lagi Deddy dan seisi ruangan tertawa.
"Gila orang hidup ini ya," kata Deddy.
Agam pun pergi setelah dua malam kerja di warung lalapan.
Naik Gunung Agung Modal Rp50 Ribu
Agam kembali masuk ke kampus Udayana.
"Dia bilang anak-anak iya gak bisa sini tidur. Ketemu lah senior ini. Pernah dia datang ke Makassar. Saya yang temanin," kata Agam.
Sang senior memberikan tempat tinggal dan bahkan meminjamkan motor untuk berkeliling Bali.
"Duit dari mana?," tanya Deddy.
"Dikasih uang saya (oleh senior). Aku ingat, Rp50 ribu (buat beli bensin)," jawab Agam.
Agam pun meminta tolong ke seniornya.
Ia meminjam motor untuk ke Gunung Agung.
Agam memutuskan pergi ke Gunung Agung, membawa peta kertas skala 1:50.000 yang telah ia cetak dari Makassar.
Saat mendaki, ia memposting di Facebook.
Lalu ada anak Jakarta yang melihat postingan Agam di Facebook.
Anak Jakarta itu ingin diantar ke Gunung Agung.
Agampun dibayar Rp600.000.
Dengan uang itu, Agam traktir teman-temannya, membeli kebutuhan seperti tenda, lampu, dan bahkan bersiap pergi ke Lombok meski hanya tersisa Rp20.000.
Agam pun menumpang truk ke Lombok dan bahkan sempat membantu menyetir karena sopir truk kelelahan.
Pengalaman masa kecil di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Makassar, membuatnya terbiasa membawa truk sejak kecil.
"Itu umur kelas 5 SD. Sudah bawa truk saya," kata Agam.
Setibanya di Lombok, ia disuguhi makan dan bahkan diberi uang tambahan oleh sopir truk.
Namun ia memilih melanjutkan perjalanan, berjalan kaki mencari kampus kembali.
*Bersambung (Tribun-Timur.com/ Sakinah Sudin)
Mentan Andi Amran Sulaiman Apresiasi Agam Rinjani, Penyelamat Pendaki Asing di Gunung Rinjani |
![]() |
---|
Tak Libatkan Agam Rinjani, SAR Evakuasi Pendaki Belanda Jatuh di Rinjani Pakai Helikopter |
![]() |
---|
Kecemasan Ibu Agam di Makassar, 2 Hari Tak Tidur Menunggu Evakuasi Jenazah Juliana Marins di Rinjani |
![]() |
---|
Cerita Agam Rinjani Jago Kemudikan Truk Sejak Kelas 5 SD, Waktu Kecil Sering di TPA Antang Makassar |
![]() |
---|
Deddy Corbuzier Terdiam Dengar Cerita Agam Rinjani di Warung Lalapan hingga Truk Sampah Makassar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.