BI Boyong Wartawan Makassar Wisata Sejarah Yogyakarta: Ada Jejak Sulsel dalam Sejarah Jawa
Salah satu lokasi yang dikunjungi adalah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, pusat kebudayaan dan kediaman resmi Sultan Yogyakarta.
Penulis: Muhammad Nur Alqadri Sirajuddin | Editor: Saldy Irawan
Prajurit Bugisan, Warisan Sulsel di Tanah Mataram
Kampung Bugisan di Yogyakarta bukan sekadar nama daerah, tetapi jejak sejarah nyata dari kehadiran orang Bugis dalam struktur militer Kesultanan Yogyakarta.
Mereka tergabung dalam pasukan Bugisan, satu dari beberapa kesatuan prajurit Keraton.
Salah satu abdi dalem, Sudomo, mengatakan hingga kini prajurit Bugisan masih dilibatkan dalam prosesi upacara adat seperti Grebeg Besar dan Grebeg Maulud.
"Setiap tanggal 12 Rabiul Awal (Maulid Nabi Muhammad) selalu ada itu di alun-alun," jelas Sudomo saat diwawancaran Tribun-Timur.com.
"Ada hari-hari tertentu memang prajurit Bugis ini baris di sini," sambungnya.
Ia menyebutkan keberadaan prajurit Bugis dalam struktur kesultanan sudah berlangsung sejak dahulu kala.
"Iya, memang bersatu di sini. Sudah sejak dulu jadi satu kesatuan dengan prajurit Kesultanan Yogyakarta," ujarnya.
Mengutip informasi dari situs resmi Keraton Yogyakarta, prajurit Bugis awalnya merupakan pasukan dari Keraton Surakarta yang diutus Raja Mangkunegoro I untuk mengawal Gusti Kanjeng Ratu Bendoro, putri kedua Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Ketika Raja Mangkunegoro I memutuskan menceraikan sang putri dan memulangkannya ke Yogyakarta, prajurit Bugis pun tetap setia mendampingi dan akhirnya menjadi bagian dari kesultanan.
Simbol, Senjata, dan Filosofi Bugisan
Dalam upacara Garebeg, prajurit Bugisan bertugas sebagai pengawal gunungan menuju Kepatihan.
Mereka membawa panji kebesaran bernama Wulan Dadari, kain berbentuk persegi panjang hitam dengan lingkaran kuning keemasan di tengahnya.
Secara filosofis, Wulan Dadari berarti bulan yang mekar—lambang pasukan yang memberi cahaya dalam kegelapan, seperti rembulan di malam hari.
Senjata khas yang digunakan prajurit Bugis adalah tombak (waos), sementara senjata pusaka mereka dikenal sebagai Kanjeng Kiai Trisula.
Saat prosesi berlangsung, iringan pasukan diiringi oleh Gending Sandung Liwung, musik khas Keraton.
Kehadiran nama Bugisan di jantung Yogyakarta tak hanya memperkaya sejarah Nusantara, tetapi juga menjadi penanda eratnya hubungan antara dua entitas budaya besar Bugis dan Jawa.
Sengketa dengan Wiljan Pluim Selesai, PSM Makassar Segera Daftarkan Pemain Baru |
![]() |
---|
Penentuan Lokasi PSEL Disebut Tak Libatkan Warga, DPRD Makassar Usul Kembali ke Manggala |
![]() |
---|
Bulog Ungkap Alasan Harga Beras di Sulsel Naik |
![]() |
---|
Mau Jadi Ketua RT di Makassar? Mamajang Siapkan Kuota 279 RT dan 56 RW |
![]() |
---|
Elite Demokrat Bocorkan Pjs RT/RW Makassar Masih Punya Peluang Maju |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.