Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sengketa Aceh Sumut

Alasan Mahasiswa Sumut Dukung Aceh, Tolak Keras Pencaplokan 4 Pulau Aceh

Mahasiswa Universitas Malikussaleh (Unimal) Sumut, Fualdhi Husaini Hasibuan, menyampaikan kritik keras terhadap sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Su

Editor: Ansar
SerambiNews
SENGKETA LAHAN - Mahasiswa Unimal asal Sumatera Utara, Fualdhi Husaini Hasibuan mengkritik keras Pemprov Sumut atas sengketa 4 pulau Aceh yang masuk dalam wilayah Sumut. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Penetapan empat pulau Aceh Singkil yakni, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan dan Panjang sebagai wilayah Sumatera Utara (Sumut) menuai kritikan.

Kritikan itu bukan hanya datang dari pejabat hingga warga Aceh, tapi juga warga Sumut.

Konflik lahan muncul setelah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian putuskan, empat pulau itu bagian dari wilayah administratif Sumut.

Mahasiswa Universitas Malikussaleh (Unimal) Sumut, Fualdhi Husaini Hasibuan, menyampaikan kritik keras terhadap sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut.

Pemprov dipimpin Gubernur Sumut, Bobby Nasution, dinilainya terlalu ambisius dalam mengklaim pulau-pulau tersebut. 

Ia menilai, langkah Pemprov mencerminkan bentuk “penjajahan administratif” terhadap wilayah yang memiliki jejak sejarah dan kehidupan masyarakat Aceh.

"Empat pulau itu bukan tanah kosong. Di sana ada musalla, dermaga, kebun, hingga makam warga Aceh yang ditemukan oleh tim Kemendagri pada 2022,” bebernya.

“Tapi semua itu seperti dihapus dalam keputusan politik dan administratif," ujar Fualdhi dalam pernyataannya.

Ia menambahkan, bahwa narasi yang dibangun oleh Pemprov Sumut dan sejumlah pejabat daerah, seperti Gubernur Sumut, Bobby Nasution dan Ketua DPRD Sumut, Erni Arniyanti, mengindikasikan keinginan untuk memperluas kekuasaan.

Pernyataan Bobby yang menyebut potensi “pengelolaan bersama” dan komentar Erni soal pentingnya “mempertahankan” pulau-pulau tersebut dianggap Fualdhi sebagai bentuk pengakuan terselubung atas niat ekspansionis.

"Kalau tidak ada niat mengambil, tidak perlu ada narasi soal pengelolaan atau mempertahankan. Itu bukan bahasa solidaritas, melainkan bahasa kekuasaan," tegasnya.

Fualdhi juga menolak pendekatan hukum sebagai satu-satunya solusi atas sengketa ini. 

Ia menyebut proses hukum cenderung menjadi alat legitimasi ketimpangan struktural ketika negara tidak bersikap netral.

"Mengutip Tan Malaka: ‘Tidak ada tawar-menawar dengan maling yang menjarah rumah kita sendiri’. Kalau hukum hanya jadi stempel penjajahan administratif, maka itu bukan keadilan, melainkan pengkhianatan terhadap sejarah," tandasnya.

Lebih lanjut, ia mempertanyakan dasar moral dari langkah Pemprov Sumut yang dinilainya tidak berfokus pada pembangunan internal. 

Menurutnya, ketimbang mengejar perluasan wilayah, lebih baik Pemprov membenahi persoalan di dalam provinsi sendiri.

"Sumut masih punya banyak ‘PR’, infrastruktur desa rusak, ketimpangan kota dan desa, serta anggaran yang belum merata,” urainya. 

“Kenapa malah sibuk rebutan pulau yang secara historis jelas-jelas milik masyarakat Aceh?" ucap Fualdhi dengan nada kecewa.

Di akhir pernyataannya, Fualdhi menegaskan bahwa wilayah bukan semata soal batas peta, tetapi menyangkut ingatan kolektif, sejarah, dan keadilan sosial. 

Ia menyerukan kepada publik untuk tidak diam, karena bersikap netral di tengah ketidakadilan sama saja dengan memihak kepada penindasan.

DPR RI Heran Lihat Tito Karnavian Tetiba Putuskan 4 Pulau Aceh Masuk Sumut

Sengketa lahan empat pulau Aceh kini menyita perhatian berbagai kalangan.

Muzakir Manaf alias Mualem, menegaskan mempertahankan hak atas empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang. 

Sementara Gubernur Sumut, Bobby Nasution klaim empat pulau sudah masuk wilayahnya.

Bobby ngotot setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengeluarkan keputusan empat pulau di wilayah Aceh masuk Sumut

Akibat ulah Tito, ketegangan antara pemerintah Aceh dan Pemerintah Sumut terjadi.

Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengaku bingung ketika Kementerian Dalam Negeri tiba-tiba mengeluarkan putusan kontroversial mengalihkan 4 pulau Aceh ke Sumatera Utara.

Sebab jika mengacu pada sejarahnya, empat pulau tersebut merupakan milik Aceh

"Satu, atas pertimbangan hukum apa? Yang kedua latar belakangnya apa? Ini kan tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba memutuskan. Apakah ada pengajuan dari Provinsi Sumatera Utara? Atau ada masalah apa sehingga memang tiba-tiba keluar SK itu? Ini yang menurut saya perlu dijelaskan," tandas Doli ketika dihubungi, Sabtu (14/6/2025).

Masyarakat Aceh mengetahui, empat pulau itu adalah bagian wilayahnya, lewat kesepakatan yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh dan Sumut pada tahun 1992. 

Penandatangan kesepakatan itu pun disaksikan langsung oleh Mendagri, Jenderal Rudini.

Posisi keempat pulau kemudian diperkuat dalam UU Nomor 11 tahun 2006 Tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh (PA).

Begitu pun lewat putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan Provinsi Sumatera Utara atas kepemilikan keempat pulau.

Doli pun meminta pemerintah segera memutuskan persoalan pulau ini agar tidak berlarut-larut.

Dia mengingatkan,  konflik mengenai batas wilayah akan sangat sensitif luar biasa.

Doli mengaku punya pengalaman saat mengurus sengketa tapal batas antar desa di wilayah lain.

Konflik antar warga hingga tawuran dan memakan korban jiwa menjadi dampak yang dituai karena masalah tersebut.

Aceh sendiri, kata Doli, memiliki masa kelam Pemberontakan Aceh Merdeka (GAM) yang berlangsung sejak tahun 1976-2005.

"Yang paling penting, masalah ini harus segera diselesaikan. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Kenapa? Karena saya punya pengalaman soal batas wilayah ini sensitif luar biasa. Saya kira kalau Menteri Dalam Negeri cepat bisa mengambil inisiatif 1-2 hari ini," jelas Doli.

Sebelumnya diberitakan, Keputusan Kemendagri soal status empat pulau yang sebelumnya milik Aceh menjadi milik Sumatera Utara menimbulkan gejolak.

Keputusan ini dikritisi dan dipertanyakan banyak pihak, menyusul konflik perebutan wilayah yang sudah berlangsung puluhan tahun.

Pemprov Aceh mengeklaim mengantongi jejak historis di keempat pulau tersebut, sedangkan Pemprov Sumut memiliki dalil dari hasil survei yang dilakukan Kemendagri.

Adapun aturan tersebut, yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.

Empat pulau tersebut, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan.

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Mahasiswa Asal Sumut Kritik Keras Pemprov, Sebut ‘Pencaplokan’ 4 Pulau Aceh Penjajahan Administratif

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved