Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Gaji Hakim

Ahli Hukum UNM: Gaji Hakim Naik 280 Persen Bukan Solusi Cegah Korupsi

Presiden Prabowo Subianto menaikkan gaji hakim hingga 280 persen, namun ahli hukum Dr. Herman menilai itu bukan solusi utama cegah korupsi.

Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Sukmawati Ibrahim
DOK Dr. Herman
GAJI HAKIM NAIK – Ahli Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Negeri Makassar (UNM), Dr. Herman. Dr. Herman sebut menaikan gaji bukan variabel utama cegah korupsi. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Presiden Prabowo Subianto dikabarkan menaikkan gaji hakim hingga 280 persen. 

Kenaikan tertinggi diberikan kepada hakim junior. 

Namun, kebijakan ini mendapat sorotan dari kalangan akademisi dan ahli hukum.

Ahli Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Negeri Makassar (UNM), Dr Herman, mengatakan bahwa kenaikan gaji tidak serta merta menjadi solusi utama untuk memberantas korupsi di tubuh lembaga peradilan.

"Pertama, tentu ukuran gaji itu berdasarkan riset tidak menjadi variabel utama seseorang atau lembaga itu tidak terjadi korupsi," katanya saat dihubungi Tribun Timur, Jumat (13/6/2025).

Ia mencontohkan, banyak pejabat tinggi sudah mendapatkan gaji besar namun justru terjerat kasus korupsi besar.

"Artinya, tidak ada hubungan langsung antara tingginya gaji dengan rendahnya tingkat korupsi," ungkapnya.

Menurutnya, memperbaiki institusi peradilan membutuhkan pendekatan menyeluruh, bukan sekadar menaikkan gaji.

“Gaji bukan hal paling utama, yang utama adalah perbaikan institusi dari hulu ke hilir, mulai dari proses perekrutan hakim hingga pengawasan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dr. Herman menyebut bahwa korupsi di lembaga peradilan lebih dipicu oleh lemahnya pengawasan dan minimnya partisipasi masyarakat. 

Ia bahkan memperingatkan bahwa kenaikan gaji justru bisa memicu gaya hidup konsumtif yang mendorong perilaku koruptif.

"Jangan-jangan gaji yang besar ini justru menjadi pemicu hakim semakin, dalam tanda kutip, ‘ganas’ melakukan korupsi. Karena gaji besar berpengaruh pada lifestyle seseorang," ungkapnya.

Ia juga menyoroti sejumlah pejabat tinggi bergaji besar sekaligus mendapat fasilitas tambahan seperti jabatan komisaris di BUMN, namun tetap terlibat dalam kasus korupsi besar.

Menurutnya, solusi utama justru terletak pada pembenahan sistemik.

“Mulai dari perekrutan calon hakim yang hingga kini masih bermasalah dari suap hingga promosi jabatan yang sarat ‘upeti’,” kata dia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved