Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pejabat Pertama Tionghoa di Makassar Tinggal di Bangunan Diduga Cagar Budaya, Reaksi Bapenda

Bangunan tersebut diduga merupakan Cagar Budaya dan saat ini masih dihuni oleh keturunan Mayor Thoeng Liong Hoei, pejabat Tionghoa pertama di Makassar

Penulis: Siti Aminah | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/SANOVRA
Bangunan milik pejabat Belanda bernama Mayor Thoeng Liong Hoei di Jl Bacan Kelurahan Melayu Baru Kecamatan Wajo. Mayor Thoeng Liong Hoei merupakan mayor pertama di Kota Makassar yang meninggal karena menolak kerjasama dengan tentara Jepang. 

TRIBUN-TIMUR.COM — Tim Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Makassar dijadwalkan akan meninjau sebuah bangunan peninggalan Belanda di Jalan Bacan, Kelurahan Melayu Baru, Kecamatan Wajo, Kamis (12/6). 

Bangunan tersebut diduga merupakan Cagar Budaya dan saat ini masih dihuni oleh keturunan Mayor Thoeng Liong Hoei, pejabat Tionghoa pertama di Makassar yang menolak bekerja sama dengan tentara Jepang.

Peninjauan dilakukan menyusul laporan budayawan Tionghoa, Moeh David Aritanto, yang menyampaikan bahwa bangunan tersebut masuk kawasan Cagar Budaya namun tidak mendapat perhatian dari pemerintah.

"Biaya perawatan dan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih ditanggung pemilik rumah. Padahal, jika benar bangunan ini adalah Cagar Budaya, seharusnya ada sinergi dengan pemerintah," ujar David.

Ia juga membandingkan dengan sistem di Malaysia, di mana bangunan cagar budaya mendapatkan bantuan perawatan dari pemerintah dan pembebasan pajak.

Menanggapi hal tersebut, Kepala UPT PBB Bapenda Makassar, Indirwan Dermayasair, menyatakan pihaknya akan melakukan verifikasi di lapangan dan meminta surat keterangan resmi yang menyatakan bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

"Kalau memang benar bangunan itu memiliki SK penunjukan sebagai Cagar Budaya, maka PBB-nya akan dibebaskan. Tapi jika tidak ada bukti resmi, kami tidak bisa mengakui itu sebagai objek yang dikecualikan dari pajak," katanya.

Indirwan menegaskan, berdasarkan aturan yang berlaku, bangunan yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya tidak dikenai PBB.

Namun, status tersebut harus dibuktikan dengan Surat Keputusan (SK) penetapan dari instansi berwenang.

Ia juga menjelaskan bahwa proses pembebasan pajak harus melalui koordinasi antara pemilik bangunan dan pihak kelurahan, yang kemudian mengajukan permohonan ke Bapenda.

Adapun nilai NJOP di kawasan Jl Bacan disebut mencapai Rp13 juta per meter persegi, yang menjadi dasar perhitungan PBB.

"Rp13 juta itu dikalikan dengan luasan tanah dan bangunan. Makin luas, tentu makin tinggi pajaknya," ujar Indirwan.

Peninjauan langsung oleh tim Bapenda dijadwalkan dilakukan pada Kamis, 12 Juni 2025.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved