Laboratorium Kebijakan Fisip Unhas Kaji Kebijakan Ketahanan Pangan dan Gizi di Indonesia
Ulil menyampaikan analisis kritis terhadap kebijakan pangan dan gizi Indonesia, yang dinilai masih terfragmentasi dan belum mengakar.
TRIBUN-TIMUR.COM - Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Hasanuddin (Unhas), menggandeng Laboratorium Riset Kebijakan dan Manajemen Publik (LRKMP) menggelar seri 'Governance Perspective', Rabu (11/6/2025).
Muhammad Ulil Ahsan Program Koordinator Good Food for Cities Rikolto Indonesia narasumber utama.
Ulil menyampaikan analisis kritis terhadap kebijakan pangan dan gizi Indonesia, yang dinilai masih terfragmentasi dan belum mengakar pada pendekatan sistemik serta partisipatif.
Pangan, Gizi, dan Ketimpangan Sistemik
Ulil Ahsan membuka sesi dengan memaparkan berbagai persoalan krusial dalam tata kelola pangan nasional dengan mengemukakan tingginya angka stunting (21,6 persen pada 2023), prevalensi obesitas anak usia sekolah (1 dari 5 anak), hingga konversi lahan sawah mencapai 100.000 hektar per tahun.
Ironisnya, di tengah berbagai intervensi negara, Indonesia masih menjadi salah satu penghasil sampah makanan terbesar di dunia (21 juta ton per tahun – UNEP, 2021), serta bergantung pada impor pangan pokok seperti gandum, gula, dan kedelai.
Dalam analisisnya, Ulil menyoroti kerangka “Food Regime” dan “Nutrition Transition” sebagai lensa untuk memahami bagaimana kekuatan politik dan korporasi global membentuk pola konsumsi yang tidak sehat dan memperparah krisis gizi ganda: obesitas dan kekurangan gizi dalam satu populasi.
Kebijakan pangan yang dicanangkan seperti “Makan Bergizi Gratis” dinilai minim partisipasi publik, tidak siap secara teknis, dan mengandung risiko inefisiensi tinggi.
Respons Akademisi: Ketahanan Pangan Perlu Pendekatan Holistik
Diskusi mengemuka ketika para akademisi turut menanggapi materi yang disampaikan.
Prof. Dr. Alwi, M.Si, Guru Besar Jaringan Kebijakan, menyoroti realita kontradiktif dimana masyarakatnya masih suka membeli, bukan memproduksi.
Untuk itu penting sosialisasi tentang pakan sehat bisa jadi strategi alternatif untuk memperkuat ketahanan pangan berbasis lokal.
Sementara itu, Prof. Dr. Deddy T. Tikson menekankan perlunya melihat MBG (Makan Bergizi Gratis) sebagai bagian dari school-based food policy, dengan merujuk pada model holistik seperti di Amerika Serikat.
Ia menggaris bawahi pentingnya kemitraan antara akademisi dan praktisi melalui pendekatan Participatory Action Research (PAR) untuk menciptakan tata kelola pangan yang lebih inklusif dan responsif.
Salah satu peserta diskusi, Baharuddin Solongi,M.Si sebagai praktisi dan konsultan program pembangunan daerah, menggaris bawahi pentingnya desain program yang melibatkan berbagai pihak dan komitmen pemerintah daerah untuk mendorong keberlanjutan program.
Unhas Gelar Pelatihan OMSK Bagi Penyandang Disabilitas Netra di SLB Negeri 1 Parepare |
![]() |
---|
Unhas dan Pemerintah Kota Tarakan Kolaborasi Bidang Pendidikan dan Kesehatan |
![]() |
---|
Kelompok Wanita Tani Galung Barru Dilatih Tingkatkan Produksi Ternak Ramah Lingkungan |
![]() |
---|
Tekan Biaya Produksi, Petani Ternak Barru Kembangkan Pakan Komplit |
![]() |
---|
52 Siswa Athirah Bukit Baruga Ikuti Sertifikasi Guru Al-Qur’an dengan Metode Ummi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.