Musda Golkar Sulsel
Cerita Armin Mustamin Duduk di Samping Senior Protes Amin Syam
Politisi senior Partai Golkar, Armin Mustamin Toputiri, menegaskan bahwa kekuatan Partai Golkar terletak pada proses kaderisasi.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Politisi senior Partai Golkar, Armin Mustamin Toputiri, menegaskan bahwa kekuatan Partai Golkar terletak pada proses kaderisasi yang terus berjalan secara organik, kultural, dan berjenjang — bukan hanya sekadar persiapan menjelang pemilu.
Pernyataan ini disampaikannya saat menanggapi fenomena partai politik yang hanya aktif secara insidental dalam Ngobrol Politik Tribun Timur dengan tema "Musda Golkar: Pertarungan Kader, Pengaruh Elite" di Studio Tribun Timur, Jl Cendrawasih No 430, Makassar, Sulsel, Selasa (10/5/2025).
“Kalau mau seperti itu, mending juga kita tutup saja kantor Golkar seluruh Indonesia. Nanti menjelang pemilu baru kita kerja. Padahal partai politik itu bukan semata untuk berburu kursi,” ujarnya tegas.
Menurut Armin, banyak kantor partai lain di daerah-daerah seperti Makassar hanya sekadar simbol, tidak menunjukkan aktivitas yang konsisten.
Kantor tutup, tanpa program, tanpa kegiatan kaderisasi, yang justru membunuh semangat politik di akar rumput.
Sebaliknya, di Partai Golkar, kegiatan politik berlangsung setiap hari di kantor-kantor mereka. Di situlah, menurutnya, terjadi proses “senggolan politik” yang membentuk daya pikir dan wawasan kader-kader muda.
“Di Golkar itu ada interaksi antara senior dan junior. Proses transformasi ilmu dan pengalaman terjadi langsung. Junior belajar dari senior. Bahkan kalau tidak duduk di DPR pun, kader itu punya wawasan politik karena pernah mengalami langsung proses itu,” jelasnya.
Baca juga: Armin Mustamin Toputiri: Jangan Kalah Bertarung Pemilihan Ketua Golkar Sulsel Lalu Tinggalkan Partai
Kaderisasi Formal dan Kultural
Golkar dikenal memiliki dua jalur pembentukan kader: perkaderan formal berjenjang, dan perkaderan kultural yang terjadi dalam dinamika sehari-hari.
Armin menyebut istilah khas Bugis “politiki ke senior”, yang menunjukkan adanya hubungan pembelajaran dari senior ke junior, meskipun terkadang keras dan penuh intrik.
“Kalau kita junior di Golkar, kita ini ‘dipatolo-tooloi’ oleh senior. Kadang kita disuruh-suruh demi kepentingan senior, tapi dari situ kita belajar. Itu pendidikan politik yang nyata.”
Armin kemudian bercerita tentang pengalamannya saat pertama kali aktif di Golkar.
Ia sebagai kader muda yang lugu, pernah duduk di kursi yang biasanya dihindari karena berada di sebelah kader senior yang kerap mengkritik ketua DPD 1 Partai Golkar, Amin Syam.
Pengalaman itu menjadi pelajaran tersendiri.
“Ternyata duduk di sebelah orang yang sering protes itu berbahaya. Bisa dianggap bagian dari kelompoknya. Dari situ saya belajar bahwa bahkan memilih tempat duduk dalam rapat pun ada maknanya di Golkar,” kisahnya.
Baca juga: Peluang Aklamasi di Musda Golkar Sulsel, Armin Mustamin Buka Peta Kekuatan
Tidak Bisa Dipelajari di Sekolah Politik
Menurut Armin, proses kaderisasi seperti ini tidak ditemukan di partai politik lain dan tidak bisa diajarkan di sekolah-sekolah politik manapun.
Ini hanya bisa terjadi di partai yang punya sejarah panjang, struktur kuat, dan budaya organisasi yang sudah matang — seperti Partai Golkar.
“Golkar adalah partai tua. Di sana ada senior-senior yang dengan sadar melakukan transformasi politik ke generasi baru. Itulah kenapa kader-kader Golkar itu lebih kuat, lebih matang secara pemahaman.”
Dalam pandangan Armin Mustamin Toputiri, jika partai politik hanya aktif saat pemilu, maka ia kehilangan fungsi dasarnya: mendidik dan membina kader.
Dan Golkar, katanya, telah membuktikan bahwa kaderisasi yang hidup dan berkesinambungan membuat partai ini tetap relevan, bahkan di tengah derasnya perubahan politik.
“Kalau hanya mau kerja pas pemilu, tutup saja sekalian kantor partainya. Tapi Golkar tidak seperti itu. Kita hidup setiap hari — dan dari situlah lahir kader-kader yang tangguh.”(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.