Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Muktamar PPP

Jelang Muktamar PPP, Luhur Prianto Sebut PPP Perlu Reborn, Kegagalan Pemilu 2024 Pengalaman Berharga

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membutuhkan langkah reborn atau kelahiran kembali.

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Muh Hasim Arfah
dok pribadi Luhur
MUKTAMAR PPP- Dosen FISIP Unismuh Makassar saat menjadi pembicara dalam Uniserv CMU Chiang Mai University, Thailad, beberapa waktu lalu. Pengamat Politik Unismuh Andi Luhur Prianto buka suara terkait dinamika PPP gagal pertahankan kursinya di DPR RI. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membutuhkan langkah reborn atau kelahiran kembali.

Bukan sekadar pergantian figur Ketua Umum (Ketum).

Demikian disampaikan, Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Andi Luhur Prianto dalam wawancara ke tribun-timur.com, Senin (2/6/2025).

Menurutnya, kegagalan PPP menembus parliamentary threshold (PT) pada Pemilu 2024 harus menjadi pelajaran penting bagi seluruh kader partai berlambang Ka'bah itu. 

Partai yang selama ini dikenal sebagai Rumah Besar Umat Islam, kini dinilai kehilangan arah perjuangan dan relevansi politiknya.

"PPP memang perlu reborn. Kegagalan Pemilu 2024 menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi kader partai yang mengidentifikasi diri sebagai Rumah Besar Umat Islam,” ujar Dosen FISIP Unismuh Makassar.

Ia menegaskan, krisis yang dialami PPP bukan semata karena figur ketua.

Melainkan akibat lemahnya kualitas kepemimpinan dalam mengelola partai, terutama saat menghadapi situasi krisis politik nasional.

"Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting bagi tata kelola partai politik. Kegagalan meraih ambang batas parlemen pada Pemilu lalu tidak terlepas dari kualitas kepemimpinan, terutama dalam mengambil keputusan di masa-masa krisis politik," jelasnya.

Andi Luhur juga membandingkan perbedaan karakter PPP masa kini dengan PPP di era Orde Baru (Orba).

Di masa lalu, PPP dikenal sebagai kanal aspirasi Islam politik yang spartan dan militan menghadapi kekuasaan. 

Namun, pasca reformasi, karakter itu disebutnya memudar.

"PPP pasca reformasi tentu berbeda dengan karakter PPP di masa Orde Baru. Saat itu, PPP merupakan kanal aspirasi Islam politik yang militan. Kini, PPP seolah tak lagi mampu bertahan ketika berbeda sikap elektoral dengan arus utama kekuasaan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa masuknya tokoh eksternal ke PPP, termasuk figur yang digadang-gadang sebagai caketum tidak serta-merta menjamin penerimaan yang luas di tubuh partai. 

Ini karena ada faksi internal yang sangat berpengaruh, seperti peran dua organisasi kemasyarakatan Islam.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved