Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

710 BUMDes di Sulsel Mandek, Ekonom Unhas: Pengelolanya Tidak Profesional

Prof Anas Iswanto Anwar, menyoroti lemahnya implementasi aturan dana desa dan intervensi politik di tingkat desa.

Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Alfian
Dokumen Pribadi/Prof Anas Iswanto Anwar
BUMDES - Pengamat Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Anas Iswanto Anwar. Prof Anas menyoroti banyaknya BUMDes di Sulsel mandek. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Sebanyak 710 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Sulawesi Selatan (Sulsel) tidak aktif atau mandek. 

Sulsel sendiri, terdiri dari 21 kabupaten, tiga kota madya, 307 kecamatan, 792 kelurahan dan 2.255 desa.

Dari 2.255 desa, hanya sebanyak 1.545 BUMDes yang aktif untuk saat ini.

Menanggapi hal ini, Pengamat Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Anas Iswanto Anwar, menyoroti lemahnya implementasi aturan dana desa dan intervensi politik di tingkat desa.

Menurut Prof Anas, tujuan utama penggelontoran dana desa salah satunya adalah untuk meningkatkan ekonomi masyarakat melalui BUMDes

Bahkan, regulasi mewajibkan 20 persen dari dana desa disertakan sebagai modal untuk BUMDes.

“Mestinya, tidak ada alasan lagi jika dana 20 persen itu benar-benar digelontorkan ke BUMDes. Tidak ada alasan BUMDes tidak bergerak,” katanya saat dihubungi, Selasa (27/5/2025).

Baca juga: 2.255 BUMDes Terbentuk di Sulsel, Lutim dan Gowa Paling Aktif

Namun kenyataan di lapangan berbicara lain, kata Prof Anas, ia telah melakukan pemantauan langsung di berbagai wilayah yang dimana ada dua masalah utama yang menyebabkan BUMDes tidak berjalan sesuai harapan.

“Pertama, tidak semua desa konsisten mengikuti aturan. Padahal aturan itu jelas. Perlu ditanyakan ke kepala desa, mengapa tidak mengalokasikan dana tersebut,” ungkapnya.

Masalah kedua, menurut Prof Anas, adalah intervensi kepala desa dalam pengelolaan BUMDes

Ia melihat praktik pergantian pengurus setelah kepala desa terpilih, bahkan menempatkan anggota keluarga seperti istri dalam struktur pengelolaan.

Intervensi dari kepala desa, kata Prof Anas, yang membuat BUMDes tidak profesional.

"Di beberapa tempat yang saya temui, bagaimana mau berjalan kalau orangnya tidak digaji? Di mana logikanya bisa jalan?," ujarnya.

Ia menekankan, jika ingin BUMDes berfungsi sebagaimana mestinya, kepala desa harus kembali kepada aturan dan membangun tata kelola yang profesional dan transparan.

"Jadi tidak bekerja secara profesional, itu masalahnya. Kalau mau BUMDes berjalan, maka kembali lagi, para kepala desa harus mengikuti aturan tersebut," jelasnya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved