Opini
Kita dan Propaganda Media Sosial
Media sosial tidak lagi sekedar gaya hidup tetapi telah membentuk cara kita memandang dunia.
Oleh: Andi Yahyatullah Muzakkir
Founder Anak Makassar Voice
TRIBUN-TIMUR.COM - Hari ini kita tampaknya tidak bisa lagi mengelak dari paparan media sosial.
Media sosial tidak lagi sekedar gaya hidup tetapi telah membentuk cara kita memandang dunia.
Mark Zuckerberg sebagai pendiri Facebook dan Meta telah menjadi platform pilihan di dalam proses pembentukan dunia, padahal fungsi utama platform tersebut menurut Mark Zukckerberg adalah alat untuk menjalin silaturahmi dengan kerabat dan keluarga.
Tapi, hari ini mengalami pergeseran fungsi yang sangat signifikan. Media sosial telah digunakan sebagai alat propaganda atau kepentingan suatu kelompok atau institusi tertentu.
Atau digunakan sebagai alat promosi suatu usaha atau produk tertentu.
Media sosial secara terminologi diartikan sebagai ruang atau tempat untuk berinteraksi sosial. Dalam artian jauh bahwa media sosial tepatnya sebagai jalan untuk mengetahui dan menjalin hubungan jarak jauh, mengetahui kabar sanak keluarga yang tinggal di tempat jauh.
Ada beberapa rujukan tentang media sosial, KBBI sendiri memiliki devenisi dasar bahwa media sosial diartikan sebagai laman atau aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk membuat dan berbagi isi atau terlibat dalam jaringan sosial.
Yang juga pada dasarnya meletakkan fungsi utama media sosial sebagai interaksi sosial.
Sedang Aristoteles sebagai filsuf memiliki prinsip-prinsip filosofis tentang komunikasi, persahabatan, dan kebajikan sosial.
Merujuk dari teori dasar tersebut memicu analis dengan pemikiran-pemikiran yang serupa bahwa dampak dasar dari media sosial dalam penggunaannya secara berlebihan akan menjadi ancaman terhadap kehidupan baik kita, sebab dapat membatasi interaksi sosial.
Anggapan ini malah sebaliknya, bahwa benar media sosial dianggap sebagai sebuah situs jejaring sosial yang tidak memiliki kemampuan untuk memelihara persahabatan yang utuh dan sejati, ia lalu melanjutkan bahwa dalam bermedia sosial memicu kita untuk mengakses konten yang tidak pantas, objek yang tidak layak, kesempatan dan audiens yang tidak pantas.
Itulah sebabnya merujuk teori Aristoteles, bahwa ada kebaikan dalam bermedia sosial juga ada kesempatan dan pilihan untuk orang berbuat salah atau keburukan.
Meski tak hidup era sekarang tetapi teori dan prinsip-prinsip Aristoteles mengilhami kita dan menyentuh subtansi secara langsung dampak media sosial yang akan mengancam kehidupan baik kita.
Olehnya itu, Mark Zuckerberg sebagai pendiri Facebook dan Meta tentu telah mengukuhkan maksud utama keberadaan media sosial sebagai proses menjalin interaksi sosial yang dalam pandangan kita sebagai tempat untuk menjalin silaturahmi.
Pada mulanya aktivitas media sosial memang hanya sebatas seputar berkirim pesan teks dan suara. Ini adalah fase dan fungsi yang sebenarnya.
Namun, telah mengalami perkembangan dengan fitur-fitur tambahan, apalagi dengan kehadiran telpon pintar berbasis android dan iphone. Hal ini telah mengubah cara kita menggunakan platform tersebut.
Dan terus berkembang dengan adaptasi dan pembaharuan fitur. Setiap platform media sosial mulai dari Facebook, Tiktok, hingga Instagram, Youtube dengan fitur Reels, Shorts, yang semuanya dikendalikan oleh algoritma digital, hingga pada sistem FYP.
Kita menjadi terbiasa dengan menonton konten dari para creator, short dan reels yang berakibat ruak gerak dan kesadaran kita menjadi terserap dan terbius lantas menimbulkan tingkat ketergantungan yang makin tinggi.
Bahkan fungsi utama seperti menjalin silaturahmi dan komunikasi kepada keluarga dan kerabat terdekat sudah jarang terlihat dan terjadi.
Kita menjadi lebih banyak mengikuti konten para politisi, ucapan para kreator dan menonton video-video singkat, sehingga kita menjadi korban dari propaganda kelompok kepentingan.
Artinya media sosial sudah tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai media sosial. Padahal namanya saja media sosial maka fungsi terpentingnya adalah interaksi sosial.
Penting disadari kemudian agar kita tidak menjadi korban propaganda maka kita harus memiliki daya tangkal. Kita bisa mulai dengan keterampilan dan kemampuan untuk memilih apa yang akan kita ikuti dan kita serap.
Tentu saja kita harus bisa memilih yang sesuai dengan kepentingan kita. Hal ini sangat penting karena efek buruk dari ketidakmampuan kita memilih konten akan secara perlahan menggerus diri kita dan lebih jauh akan merusak mental.
Setelah kemampuan memilih, kita pun bisa memanfaatkan media sosial sebagai sarana pembelajaran dan alat yang sangat efektif untuk pengembangan diri dan kemampuan kita.
Tentu saja dengan kesadaran penuh pada fungsi media utama media sosial seperti telah disebutkan. Inilah pentingnya anjuran untuk kita bijak di dalam bermedia sosial.
Tentu saja sesuai dengan niat awal dari Mark Zuckerberg menciptakan platform tersebut.
Tetapi, sekali lagi semua tergantung kita.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.