Opini
Menapak Masa Depan dari Akar Budaya
Di tengah era digital yang bergerak begitu cepat, refleksi terhadap masa lalu menjadi penting agar langkah ke depan tetap berpijak pada fondasi.
Di saat media sosial dan arus informasi yang tanpa saringan membentuk realitas, nilai-nilai lokal berperan sebagai filter etis yang menahan laju dekadensi budaya.
Maka, membumikan kembali kearifan lokal dalam ruang-ruang pendidikan dan keseharian bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan mendesak dalam pembentukan karakter bangsa yang beradab dan berdaya saing.
Teknologi Digital dan Budaya Lokal
Transformasi digital seharusnya tidak dilihat sebagai ancaman terhadap budaya lokal, tetapi sebagai peluang untuk memperluas daya jangkau pelestarian budaya.
Teknologi membuka ruang baru bagi budaya untuk direkam, didokumentasikan, dan disebarluaskan lintas generasi dan geografi.
Salah satu langkah konkret yang kini sedang dikembangkan adalah revitalisasi aksara lontara melalui kecerdasan buatan (AI).
Melalui pemanfaatan AI, aksara Bugis-Makassar yang dahulu hanya terjaga dalam manuskrip kini bisa diolah dalam bentuk digital yang mudah diakses dan dipelajari.
Digitalisasi budaya juga mencakup musik tradisional, tarian, cerita rakyat, dan mitos lokal yang dapat dihadirkan dalam format konten kreatif seperti film pendek, animasi, podcast, atau gim edukatif.
Generasi muda yang tumbuh dalam dunia digital akan lebih mudah terhubung dengan warisan budayanya jika disajikan dalam medium yang akrab bagi mereka.
Inilah yang menjadikan teknologi sebagai jembatan antar generasi, bukan jurang pemisah.
Untuk menjembatani masa depan dan masa lalu, dunia pendidikan memiliki peran strategis dalam membentuk generasi yang tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga berakar budaya.
Pendidikan digital berbasis kearifan lokal menawarkan model pembelajaran yang menjadikan teknologi sebagai alat, bukan tujuan akhir.
Dalam pendekatan ini, siswa tidak hanya diajarkan keterampilan digital, tetapi juga ditanamkan nilai-nilai lokal sebagai kerangka etis dan identitas budaya.
Kurikulum di sekolah dapat dirancang untuk menggabungkan konten lokal dalam proses pembelajaran digital.
Misalnya, siswa dapat membuat aplikasi yang memuat cerita rakyat Bugis Makassar, membuat animasi tentang legenda setempat, atau mendigitalisasi manuskrip lontara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.