Ijazah Jokowi
Ikut Rancang UU ITE, Roy Suryo : Undang-undang Bukan Pidanakan Orang tapi Transaksi Elektronik
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo dicecar 26 pertanyaan oleh penyidik Polda Metro Jaya
TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo dicecar 26 pertanyaan oleh penyidik Polda Metro Jaya, terkait kasus tuduhan dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Roy kemarin diperiksa penyidik terkait laporan Jokowi terhadap lima orang yang menuding ijazahnya yang dikeluarkan Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah palsu.
"Jadi Alhamdulillah saya tadi sudah menjawab dengan detail sampai sekitar 26 pertanyaan dengan jumlah halaman sekitar 22 lebih dan saya juga menyampaikan jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan pada laporan," kata Roy Suryo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (15/5).
Dari puluhan pertanyaan saat pemeriksaan itu, Roy menceritakan ihwal kisah hidupnya, mulai dari pendidikannya hingga pekerjaannya.
Termasuk soal dirinya pernah menjabat sebagai Menpora.
"Banyak soal bagaimana dulu hidup saya, kisah saya. Saya SD, SMP, SMA, ada ijazah sesuai ya.
Kemudian S1 UGM asli, S2 UGM asli, S3 UNJ asli. Saya jelaskan semua. Kemudian, apa profesi saya sekarang. Saya profesi sekarang sebagai konsultan telematika dan multimedia. Bahkan saya juga menjelaskan perjalanan hidup saya," ujar mantan politisi Partai Demokrat itu.
Selain itu Roy juga mengaku dicecar terkait video hingga peristiwa yang terjadi pada 26 Maret lalu.
Kendati demikian, Roy tak membeberkan secara rinci.
Di sisi lain, Roy turut mempertanyakan ihwal pasal yang dilaporkan dalam laporan tersebut. Khususnya terkait Pasal 32 dan Pasal 35 UU ITE.
"Kebetulan dulu saya itu merancang Undang-Undang ITE bersama teman-teman. Pasal itu tujuannya, sekali lagi saya ulangi adalah untuk transaksi elektronik supaya Indonesia itu diselamatkan dari perdagangan internasional dan kita bisa ikut. Bukan pasal untuk mempidanakan orang," tutur dia.
"Jahat sekali kalau ada orang menggunakan pasal itu untuk mempidanakan seseorang. Kayak dulu kasus Mbak Prita Mulyasari, jahat sekali. Ya Omni waktu itu mempidanakan Mbak Prita sama dengan ini, karena pasal itu ancamannya sangat tinggi," ujar dia.
Roy menilai jika penerapan pasal itu dilakukan secara konsisten dan cerdas, seharusnya salah seorang kader partai politik yang sebelumnya mengunggah ijazah itu yang dapat dijerat lebih dahulu.
"Ada orang memposting sebuah dokumen elektronik, namanya ijazah, dia katakan itu asli. Padahal ternyata orang yang punya ijazah mengatakan saya tidak pernah mengeluarkan ijazah itu. Lah berarti yang memposting ijazah itu salah seorang kader dari partai. Kena pasal, kena pasal itu harusnya. Justru itu ya kalau yang smart begitu," ujar Roy Suryo.
Jokowi sebelumnya melaporkan lima orang ke Polda Metro Jaya buntut tudingan ijazah palsu. Kelimanya yakni inisial RS, RS, ES, T, dan K.
Dari beberapa inisial nama yang sebelumnya dilaporkan pendukung Jokowi merujuk pada Roy Suryo, Rismon Sianipar, Eggy Sudjana, dan Dokter Tifa. Mereka dilaporkan terkait Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik serta Pasal 311 KUHP tentang Fitnah. Selain itu juga Pasal 27A, Pasal 32, dan Pasal 35 UU ITE.
Jokowi menyampaikan alasan menempuh jalur hukum agar polemik ijazah ini bisa jelas dan gamblang. Ia juga mengaku baru baru sekarang menempuh jalur hukum lantaran sebelumnya masih menjabat sebagai presiden.
"Ya ini, sebetulnya masalah ringan, urusan tuduhan ijazah palsu, tetapi perlu dibawa ke ranah hukum, agar semua jelas dan gamblang ya," kata dia, Rabu (30/4).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menegaskan bahwa dalam tahap awal penyelidikan kasus ini setidaknya sudah ada 24 saksi yang dipanggil.
Kemarin mestinya ada tiga saksi yang menjalani proses klarifikasi, yakni Roy Suryo, Dokter Tifa, dan aktivis sekaligus pengacara Eggy Sudjana.
Namun dari tiga orang yang dipanggil itu, hanya dua yang datang, yakni Roy Suryo dan Dokter Tifa. Sementara Eggy Sudjana tidak datang.
"ES tidak hadir," kata Ade Ary.
Sehari sebelumnya polisi juga sudah memeriksa podcaster Michael Sinaga. Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad juga sempat dipanggil.
Namun ia juag tidak datang.
Samad mengatakan dirinya tidak pernah mendapat surat panggilan pemeriksaan dari polisi.
"Saya ingin menginformasikan bahwa sampai saat ini saya belum pernah menerima undangan dari Polda Metro Jaya kaitan dengan kasus ijazah pak Jokowi," kata Abraham Samad dalam video yang diterima Tribunnews.com, Selasa (13/5/).
Samad juga sempat menyatakan keheranannya mengapa dirinya dijadwalkan untuk dimintai keterangannya padahal dia mengaku tak ada hubungannya dengan kasus itu.
"Dan terus terang saya heran mendengar info ini karena saya tidak ada hubungannya dengan kasus ijazah pak Jokowi," ucapnya.
Terkait hal itu, Ade Ary menjelaskan bahwa dari hasil pengembangan tim penyelidik, keterangan Abraham Samad sebagai saksi dimungkinkan dibutuhkan dalam proses penyelidikan.
"Saksi adalah orang berdasarkan fakta yang ditemukan oleh tim penyelidik, jadi saat ini tahapnya Penyelidikan dan tahap ini penyelidik mengumpulkan fakta-fakta dari pelapor, korban, kemudian saksi-saksi yang dijelaskan oleh korban kemudian dari peristiwa utuh muncul saksi-saksi," ungkapnya.
"Jadi siapapun yang dipanggil saksi oleh tim penyelidik maka pasti dibutuhkan keterangannya untuk membuat peristiwa ini menjadi utuh di tahap penyelidikan awal," sambungnya.(tribun network/rey/abd/dod)
Perkembangan Kasus Ijazah Palsu Jokowi, 99 Orang Sudah Diperiksa |
![]() |
---|
Drama Peluncuran Buku Jokowi's White Paper: Tudingan Sabotase hingga Fitnah ke Jokowi |
![]() |
---|
Sosok Komjen Purn Oegroseno Eks Wakapolri Sebut Komisioner KPU Bisa Dipidana Dampak Ijazah Jokowi |
![]() |
---|
Mengapa Jokowi Baru Reuni saat Ijazah Palsu Bergulir? Punya Permintaan Khusus |
![]() |
---|
Siapa Teman Baik Jokowi Tak Lulus Matematika 8 Kali? Eks Presiden Kenang Masa Kuliah di UGM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.