Viral
Jangan Terkecoh Jika Orang Punya Kartu Pers, Kriteria Wartawan Asli Dilengkapi Sertifikat Dewan Pers
Seorang pria mengaku wartawan masuk kos-kosan perempuan tanpa izin namun bekerja bukan sebagai jurnalis.
Selanjutnya, oleh karena dibutuhkan standar untuk dapat menilai profesionalitas wartawan, Dewan Pers mengatur standar kompetensi wartawan yang dituangkan dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/PERATURAN-DP/II/2010 Tahun 2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan (Peraturan Dewan Pers 1/2010).
Lampiran Peraturan Dewan Pers 1/2010 (hal. 6), diterangkan bahwa untuk mencapai standar kompetensi, seorang wartawan harus mengikuti uji kompetensi oleh lembaga yang telah diverifikasi Dewan Pers, yaitu perusahaan pers, organisasi wartawan, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan jurnalistik.
Wartawan yang belum mengikuti uji kompetensi dinilai belum memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi.
Dalam hal wartawan lulus uji kompetensi dengan hasil dinyatakan kompeten, maka ia berhak menerima sertifikat dan kartu kompetensi karyawan yang diberikan oleh lembaga uji kompetensi karyawan yang ditandatangani oleh ketua lembaga uji kompetensi karyawan bersama ketua Dewan Pers.
Sebagai informasi tambahan, nama beserta jenjang wartawan dapat dilihat di laman Sertifikasi Wartawan.
Sedangkan nama lembaga uji kompetensi yang telah diverifikasi Dewan Pers dapat dilihat di Lembaga Uji Kompetensi.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menghimbau para wartawan untuk mengikuti uji kompetensi guna memperoleh sertifikat kewartawanannya. “Ini kan untuk pengembangan profesi. Jadi harus diurus sertifikasinya," kata Rudiantara di sela-sela puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2016, di Mataram, NTB, Selasa (9/2/2016).
Stanley menambahkan, orang bisa dengan mudah mendapatkan kartu pers, namun kartu kompetensi yang ditandatangani dan diverifikasi (juga masuk di website Dewan Pers) tidak mudah didapatkan. Sebab, kata dia, untuk mendapatkan kartu kompetensi, wartawan harus terlebih dulu mengikuti uji kompetensi.
Dengan demikian, kata Stanley, pada tahun 2018 nanti Dewan Pers bisa membuat aturan dimana semua orang bisa menolak wartawan, apabila yang bersangkutan tidak mampu menunjukkan kartu kompetensi, baik itu muda, madya dan utama.
(Berdasarkan Peraturan Dewan Pers No 1/2010, tanggal 2 Februari 2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan, ada tiga jenjang kompetensi yakni Wartawan Muda, Wartawan Madya dan Wartawan Utama – red).
Lebih lanjut Stanley menyatakan, wartawan profesional dibentuk dalam suatu proses latihan menulis dan tidak sekali jadi. Dia mengerti etika jurnalisme. Tetapi sekarang situasinya rawan, karena munculnya media abal-abal.
Diakui Stanley, Dewan Pers tidak bisa menangani semua pelaksanaan etik untuk semua wartawan, apalagi wartawan media abal-abal. Untuk itu, saat ini pihaknya berkonsentrasi pada media profesional.
Dan kepada media profesional, kata Stanley, Dewan Pers meminta untuk menjaga standar perilaku dan etika profesi dengan baik.
“Kita juga melarang media untuk menggunakan nama atau tupoksi dari lembaga negara, seperti KPK, Tipikor dan lain-lain. Karena modusnya lebih untuk menakutnakuti masyarakat”, ujarnya.
Selain fenomena abal-abal, ada banyak hal yang membuat media ini teledor. Hal ini dikarenakan pelaku media mengganggap beritanya harus laku terjual dan dibaca orang.
Sosok Khairuddin Michael Ngaku dari Makassar Kini Jadi Gelandangan di Cimahi, Adakah Keluarganya? |
![]() |
---|
Fakta Uang Baru Edisi 80 Tahun Indonesia Bergambar Ir Soekarno, Viral di Medsos |
![]() |
---|
Ditangkap! Ini Dia Pemukul Nenek Suparni Dituduh Curi Bawang, Dikeroyok Hingga Babak Belur |
![]() |
---|
Hendak Hentikan Truk, Mahasiswa Lari Terbirit-birit Saat Supir Kontainer Keluarkan Golok |
![]() |
---|
Pasca Perempuan Dibusur Kini Driver Ojol Dibegal di Jalan Samping Tol |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.