Profil Ebrahim Rasool Dubes Afsel Diusir Trump dari AS, Pernah Narasumber Tribun Timur Bersama JK
Ebrahim Rasool diusir dari Amerika Serikat lantaran dianggap sebagai persona non grata.
TRIBUN-TIMUR.COM - Profil Ebrahim Rasool Duta Besar Afrika Selatan diusir Donald Trump dari Amerika Serikat.
Ebrahim Rasool diusir dari Amerika Serikat lantaran dianggap sebagai persona non grata.
Persona non grata adalah orang yang tak diinginkan atau tak diterima.
Kabar Ebrahim Rasool diusir dari Amerika Serikat pertama kali diunggah Marco Rubio Menteri Luar Negeri AS melalui Akun X.
Ebrahim Rasool kemudian meninggalkan Amerika Serikat pada hari Minggu (23/3/2025).
Baca juga: Ebrahim Rasool Mantan Dubes Afrika Selatan untuk AS Tokoh Anti-Apartheid
Ia kembali ke rumahnya tanpa penyesalan setelah penerbangan selama 32 jam dari AS melalui Qatar ke Cape Town.
Rasool mengatakan bahwa ia lebih suka datang ke Afrika Selatan dengan kesepakatan yang aman dengan AS.
Ia mengatakan kepada warga Afrika Selatan di Cape Town: "Namun, kami tidak dapat melakukannya dengan membiarkan AS memilih siapa yang harus menjadi teman dan siapa yang harus menjadi musuh kami."
Ia mengatakan mereka tidak dapat “berhasil” dalam menepis “kebohongan genosida kulit putih” di Afrika Selatan.
Rasool menekankan bahwa Afrika Selatan tidak dapat “memenangkan” Undang-Undang Pertumbuhan dan Peluang Afrika (AGOA) AS dengan menarik kasus genosida terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ).
"Karena saat ini, pemboman masih terus terjadi dan penembakan masih terus terjadi, dan jika Afrika Selatan tidak berada di ICJ, Israel tidak akan terungkap, dan Palestina tidak akan punya harapan," imbuhnya.
Rasool menggarisbawahi bahwa dia tidak ada di sana untuk mengatakan bahwa Afrika Selatan anti-Amerika atau tidak membutuhkan Amerika.
Pernah Jadi Pembicara Tribun Timur
Ebrahim Rasool pernah menjadi pembicara Seminar Internasional 4 Ethos 4 Jusuf yang diadakan Tribun Timur pada 2 September 2024.
Seminar Internasional "4 Ethos, 4 Jusuf" mengulas Syeh Jusuf, Jenderal Jusuf, Jusuf Habibie dan Jusuf Kalla menjadi representasi tokoh hebat Bugis-Makassar.
Ebrahim Rasool menjadi narasumber bersama Jusuf Kalla, Hamid Awaluddin, Ilham Akbar Habibie, Prof Anhar Gonggong, Prof Dr Nurhayati Rahman, Prof Makoto Ito, Douglas Laskowske.
Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat, Ebrahim Rasool menyampaikan, kehidupan Syekh Yusuf dan pengaruhnya di Cape Town.
Ia mengawali ceritanya ketika Syekh Yusuf tiba di Cape Town pada April 1694.
Ketika tiba, sudah ada kehadiran muslim, tetapi belum menjadi komunitas.
Di sana ada cendekiawan mulia lainnya yang berada di pegunungan dan pinggiran Cape Town.
Akan tetapi komunitasnya sendiri adalah komunitas budak yang dibawa dari Indonesia, seperti Jawa, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang bekerja bagi Belanda.
Mereka tidak hanya di sana untuk bekerja, tetapi juga untuk menghentikan pengaruh anti-kolonial mereka.
"Jadi, inilah kondisi Cape Town pada 1694 ketika Syekh Yusuf tiba. Orang-orang yang diasingkan, orang-orang yang patah semangat, orang-orang yang diperbudak," katanya saat jadi pembicara Seminar Internasional Prinsip dan Karakter Bugis-Makassar 4 Ethos dan 4 Jusuf di Hotel Unhas, Tamalanrea, Kota Makassar, Senin (2/9/2024).
Ebrahim Rasool menambahkan, tidak hanya orang Melayu atau Muslim yang diperbudak, Islam dilarang sebagai agama.
Jika ada mempraktikkan agama Islam, langsung dipenjara, dieksekusi atau harta bendanya disita.
Dalam suasana seperti inilah, Syekh Yusuf dari Makassar datang. Kehadiran Syekh Yusuf ini membawa perubahan besar.
Syekh Yusuf seorang pemimpin luar biasa, cendekiawan hebat dan seorang pejuang kemerdekaan yang melanjutkan perjuangan di Cape Town.
"Saya mendapatkan inspirasi sebagai seorang pejuang kemerdekaan melawan apartheid di Afrika Selatan dari warisan Syekh Yusuf Al-Makassari atau Yusuf, seperti yang kita kenal," katanya.
Ebrahim Rasool melanjutkan, Belanda mengetahui ada sosok pria yang memiliki integritas dan kejujuran.
Tidak ada yang bisa membuatnya diam atau bungkam, bahkan penjara di Batavia atau pun pengasingan di Ceylon.
Akhirnya, mereka mengasingkan Syekh Yusuf seumur hidup ke Cape Town.
Di Cape Town, Belanda tidak bisa menahan Syekh Yusuf di pusat kolonial.
Lantaran pengaruh dan reputasinya begitu besar, sehingga mereka harus mengasingkannya lebih jauh ke luar batas kolonial Cape Town.
Ke sebuah pertanian di Zandvliet, tempat Sungai Eester mengalir ke laut.
"Di sanalah mereka menempatkan beliau (Syekh Yusuf) bersama 49 orang yang menyertainya dari Indonesia, dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Mereka (Belanda) tahu ada seorang pejuang kemerdekaan dan aktivis anti-kolonial," tuturnya.
Pria berkacamata ini menambahkan, Belanda juga tahu Syekh Yusuf adalah seorang cendekiawan.
Beliau tidak hanya belajar di Indonesia, tapi juga di Arab selama hampir 20 tahun.
Syekh Yusuf fasih dalam banyak bahasa, dengan status yang begitu tinggi sehingga beliau bahkan menjadi hakim agama di Banten.
Itulah sebabnya Gubernur Belanda saat itu, Simon van der Stel menyambut beliau ke Cape Town, kemudian mengasingkannya ke Zandvliet.
Pengaruh Syekh Yusuf yang besar, sehingga Zandvliet sebagai tempat pengasingannya kini disebut Makassar.
"Jadi, tidak hanya ada Makassar di Sulawesi Selatan, Indonesia, tempat asal empat Yusuf yang hebat, tetapi juga ada dampak Makassar di Cape Town yang mencerminkan pengaruh salah satu dari mereka, Yusuf Al-Makassari atau Syekh Yusuf atau Tuan Yusuf seperti yang kami kenal," sebutnya.
Ebrahim Rasool menyebut, alih-alih menjadi tempat pengasingan, Zandvliet justru menjadi pusat Islam yang terorganisir, tidak hanya di Cape Town tetapi juga di Afrika Selatan.
Tempat ini menjadi tempat perlindungan bagi budak yang dibebaskan dari segala agama, budaya, dan bahasa.
Jika berada di Zandvliet, mereka akan berada dalam tangan-tangan yang penuh kasih sayang dari Syekh Yusuf Al-Makassari.
Di tempat itu mereka menemukan tempat berlindung, martabat dan makanan.
Namun, terpenting mereka menemukan kemanusiaan dan pendidikan mereka.
"Yusuf menjadi pusat Islam yang terorganisir dan mengubah komunitas yang hancur dan terpecah menjadi komunitas yang bersatu. Dengan segala ini, beliau memberikan mereka rasa kebebasan," terangnya.
Tak ayal, Ebrahim Rasool menyebut, Syekh Yusuf merupakan pahlawan anti-kolonial yang berjuang untuk keadilan, menunjukkan kejujuran dan keberanian dalam perjuangan melawan ketidakadilan.
Beliau adalah pendiri komunitas Islam yang kohesif di Cape Town karena di tempat perlindungannya, beliau memberikan mereka ethos kebebasan.
Beliau mampu mengubah orang-orang yang tertindas, budak, dan orang-orang yang diasingkan menjadi manusia yang bermartabat melalui konsep identitas mereka.
Beliau mampu menggabungkan mereka ke dalam identitas Melayu sekaligus identitas Muslim di tempat perlindungan Makassar di Cape Town.
Sebagai seorang cendekiawan dan pengajar, beliau adalah seorang yang sangat cerdas dan berwawasan luas.
"Mampu memberikan mereka pengajaran Islam, pengajaran tentang keadilan, dan ajaran tentang hukum Islam, serta ethos Islam yang lembut, spiritual yang dalam, yang masih kita miliki hingga hari ini," terangnya.
Meskipun hidupnya berakhir, Syekh Yusuf mampu menyatukan dua benua, bagian Asia Tenggara dari Australia dan Afrika.
"Pada saat kematiannya pada usia 73 tahun, 23 Mei 1699, beliau telah meninggalkan warisan besar bagi kita," ucap Ebrahim Rasool
Ketika Sultan Abdul Jalil meminta agar jasadnya dikembalikan ke Indonesia, sebagian tetap di Cape Town, di Makassar, dan tempat itu kini menjadi situs ziarah yang dihormati.
Sebagai penutup, kata Ebrahim Rasool, Nelson Mandela setelah dibebaskan dari penjara menyatakan keinginannya untuk mengunjungi makam Syekh Yusuf Al-Makassari untuk mengucapkan terima kasih atas perjuangannya
Berkat perjuangan Syekh Yusuf lahir perjuangan Nelson Mandela.
Ebrahim Rasool mengingat momen ketika dirinya menerima gelar doktor kehormatan untuk Nelson Mandela dari Universitas Hasanuddin pada 2005.
Menurutnya, hal tersebut sangat luar biasa. Tak heran mantan Presiden Afrika Selatan , Thabo Mbeki juga menganugerahkan Order of the Companions of O.R. Tambo kepada Syekh Yusuf atas kontribusi luar biasanya dalam perjuangan melawan kolonialisme.
Ebrahim Rasool menyampaikan, Syekh Yusuf bukan hanya pahlawan nasional di Indonesia, tetapi juga pahlawan nasional di Afrika Selatan dan Afrika.
Serta statusnya yang tinggi di jantung Islam di Jazirah Arab menjadikannya pahlawan global.
Oleh karena itu, setiap Paskah, seperti yang dilakukan komunitas budak dahulu, ribuan Muslim berkemah di luar makamnya.
"Menghabiskan akhir pekan di sana, menghormati dan melanjutkan warisannya, serta bersyukur bisa mengatakan terima kasih kepada beliau," ucapnya.
Terakhir, Ebrahim Rasool mengucapkan terima kasih kepada rakyat Indonesia, Asia Tenggara, Indonesia, Sulawesi Selatan, tetapi yang terpenting Makassar.
"Saya ingin menyampaikan bahwa Anda memiliki kota kembar di sini, di Cape Town. Kami menghormati Anda dan berterima kasih kepada Anda karena telah mengirimkan beliau (Syekh Yusuf) kepada kami," pungkasnya.
Siapa Ebrahim Rasool?
Ebrahim Rasool adalah seorang politikus dan diplomat Afrika Selatan yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat dari 2010 hingga 2015.
Dia juga pernah menjabat Anggota Majelis Nasional dari 2009 hingga 2010 dan Perdana Menteri Provinsi Western Cape ke-5 dari 2004 hingga 2008.
Dia adalah anggota Kongres Nasional Afrika (ANC) dan telah memegang berbagai posisi kepemimpinan dalam partai tersebut.
Rasool lahir pada 15 Juli 1962 di District Six, Cape Town.
Ketika berusia sembilan tahun, dia dan keluarganya dipaksa keluar dari daerah tersebut karena pemerintah apartheid menetapkan daerah itu sebagai kawasan hunian "khusus orang kulit putih".
Keluarganya kemudian pindah ke Primose Park dekat Manenberg di Cape Flats.
Suami dari Rosieda Shabodien ini menyelesaikan pendidikan menengahnya di Livingstone High School di Claremont pada tahun 1980.
Dia melanjutkan studi di Universitas Cape Town dan lulus dengan gelar Bachelor of Arts pada tahun 1983, serta meraih Diploma Tinggi dalam Pendidikan pada tahun 1984 dari universitas yang sama.
Selama periode ini, dia terlibat dalam politik mahasiswa.
Pada tahun 1985, dia bekerja sebagai guru di Spine Road High School.
Karier politik
Rasool terlibat dalam gerakan anti-apartheid.
Dia memegang posisi senior di United Democratic Front dan Kongres Nasional Afrika (ANC).
Dia menjalani hukuman penjara dan sering ditempatkan dalam tahanan rumah. Antara 1991 dan 1994, dia menjadi asisten Rektor Universitas Western Cape dan Bendahara struktur provinsi ANC.
Rasool terpilih menjadi anggota Badan Legislatif Provinsi Western Cape pada April 1994 setelah pemilu demokratis pertama di negara itu.
Dia menjabat sebagai MEC (anggota dewan eksekutif) Kesehatan dan Layanan Sosial dari 1994 hingga 1998.
Pada tahun 1998, dia terpilih sebagai Ketua Provinsi ANC.
Dia diangkat sebagai MEC Keuangan dan Pengembangan Ekonomi pada tahun 2001 dan menjabat posisi ini hingga pengangkatannya sebagai Perdana Menteri Western Cape ke-5 pada April 2004. Mcebisi Skwatsha menggantikannya sebagai Ketua Provinsi.
Pada 14 Juli 2008, Rasool diberhentikan dari posisi perdana menteri oleh Komite Eksekutif Nasional ANC karena kepemimpinan ANC tidak menyetujui tindakannya yang memberi preferensi kepada populasi Muslim dan Cape Coloured di Western Cape.
MEC untuk Pengembangan Ekonomi dan Pariwisata, Lynne Brown, ditunjuk sebagai penggantinya.
Rasool kemudian bekerja sebentar sebagai penasihat khusus untuk Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki, sebelum terpilih menjadi Anggota Majelis Nasional pada April 2009.
Presiden Jacob Zuma menunjuknya sebagai Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat pada Juli 2010.
Dia kembali ke Afrika Selatan pada Februari 2015.
Pada April 2018, Kepala Pemilu Nasional ANC, Fikile Mbalula, mengumumkan Rasool sebagai Kepala Pemilu Provinsi partai untuk pemilihan umum 2019.
Langkah ini dipandang sebagai bagian dari kampanye agar dia kembali sebagai Ketua Provinsi ANC.
Setelah pemilu, dukungan ANC semakin menurun di provinsi tersebut.
Rasool terpilih sebagai Anggota Parlemen Provinsi Western Cape, namun mengajukan pengunduran diri kepada Ketua Dewan yang baru.
Rasool berada di peringkat ke-75 dalam daftar partai nasional ANC untuk pemilihan umum 2024, tetapi peringkat ini tidak cukup tinggi baginya untuk kembali ke Majelis Nasional mengingat penurunan dukungan elektoral ANC pada pemilihan tersebut.
SAKSI KATA: Pengakuan Dosen UNM Dr QDB Soal Dugaan Pelecehan 'Sakit Hati Saya Sudah Terakumulasi' |
![]() |
---|
Mantan Pemred Tribun Timur Dinobatkan Jadi Tokoh Media Berpengaruh Ajang MTA 2025 |
![]() |
---|
Masa Depan Penerimaan Negara Indonesia di Era Digital: Dari Pungutan ke Kepercayaan |
![]() |
---|
Bukan Rapat Biasa, Ini Strategi Cerdas Daeng Manye Mencari 'The Next Top Leader' di Takalar |
![]() |
---|
Annar: Saya Dimintai Rp5 Miliar agar Bebas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.