Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dialog Budaya

Dialog Budaya Kupas Tuntas Tradisi Mappatoppo: Haji Bugis dalam Perspektif Budaya

Tradisi ini menjadi salah satu topik dalam Dialog Budaya ke-10 yang berlangsung di Aula Tribun Timur, Jl Cendrawasih 430, Makassar, Kamis (20/3/2025).

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM/Erlan Saputra
DIALOG BUDAYA - Suasana diskusi Budaya membahas Tradisi Haji Bugis di Kantor Tribun Timur Makassar, Jl Cendrawasih, Makassar, Kamis (20/3/2025) sore. Dialog Budaya tersebut menghadirkan dua akademisi terkemuka, Prof Dr Idham Bodhi dan Prof Wahyudin Halim. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tradisi Mappatoppo’ merupakan salah satu warisan budaya khas Bugis-Makassar dalam menyambut kepulangan jamaah haji. 

Tradisi ini menjadi salah satu topik dalam Dialog Budaya ke-10 yang berlangsung di Aula Tribun Timur, Jl Cendrawasih 430, Makassar, Kamis (20/3/2025) sore.

Tradisi Mappatoppo’ juga dikupas tuntas dalam buku Haji Bugis karya Dr Syamsul Rijal Adnan.

Yang mana, isi buku tersebut membahas secara mendalam makna perjalanan haji dalam konteks budaya Bugis serta asal-usul dan pelestarian tradisi tersebut di tengah masyarakat.

Dialog Budaya tersebut menghadirkan dua akademisi terkemuka, Prof Dr Idham Bodhi dan Prof Wahyudin Halim.

Termasuk Dr Syamsul Rijal Adnan sebagai penulis buku 'Haji Bugis'.

Dalam paparannya, Dr Syamsul menjelaskan bahwa tradisi Mappatoppo’ merupakan bentuk penghormatan kepada jamaah yang telah menunaikan ibadah haji. 

“Tradisi ini sudah ada sejak sebelum kemerdekaan," ujarnya.

Budaya membahas Tradisi Haji Bugis
DIALOG BUDAYA - Suasana diskusi Budaya membahas Tradisi Haji Bugis di Kantor Tribun Timur Makassar, Jl Cendrawasih, Makassar, Kamis (20/3/2025) sore. Dialog Budaya tersebut menghadirkan dua akademisi terkemuka, Prof Dr Idham Bodhi dan Prof Wahyudin Halim.

Dalam tradisi itu, jamaah laki-laki diberikan peci atau serban, dan jamaah perempuan mengenakan cipo’-cipo’ (kerudung).

Hal itu dilakukan sebagai simbol transformasi spiritual dan sosial setelah menjalankan rukun Islam kelima.

Menurut Syamsul, tradisi ini bukan hanya seremoni, tetapi juga sarat makna. 

Ia mencerminkan rasa syukur, penghormatan, serta pengakuan sosial atas pencapaian ibadah haji. 

Mappatoppo’ juga menjadi media bagi jamaah untuk ‘memperkenalkan diri’ kepada masyarakat, terutama di kalangan jamaah Nusantara lainnya.

Prof Wahyudin Halim menilai tradisi ini menjadi pembuka diskusi menarik tentang dinamika budaya yang mengiringi perjalanan spiritual umat Islam, khususnya di Sulsel.

Prof Wahyudin Halim juga menjawab soal awal mula istilah Mappatoppo’ mulai dikenal luas. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved