Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Aswar Hasan

Kemunafikan Sistemik

Kita laksana dikepung pernyataan para pemimpin yang maknanya saling berpunggungan. Bertolak belakang.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Aswar Hasan, Dosen Fisipol Unhas 

Oleh: Aswar Hasan

Dosen FISIP Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - Kita sudah panen paradoks, yaitu pernyataan kontradiktif para pemimpin yang ber-hamburan di musim politik sejak dua tahun lalu dan tetap berlangsung sampai hari ini. Ironisnya, banyak orang mengamini.

Kita laksana dikepung pernyataan para pemimpin yang maknanya saling berpunggungan. Bertolak belakang.

Pernyataan yang menggambarkan situasi yang tidak dapat dijelaskan oleh logika atau penalaran biasa. Yang paling populer, sebuah pernyataan politik yang logikanya salto, ”sudah tapi belum”.

Jika pemimpin itu rajin memproduksi pernyataan yang nuansanya paradoksial, apalagi diteruskan oleh pemimpin berikutnya, isyarat kecemasan boleh dikedepankan sebagai keprihatinan.

Bahwa bangsa dan negara sedang dikelola secara bercanda. Ini sebuah kontras yang tragis dan celakanya, 58 persen bangsa ini ”membenarkan” dan 80 persen ”terpuaskan” oleh rentetan paradoks-paradoks berikutnya.

Fenomena seperti ini bisa dijejer, misalnya: ”efisien tapi boros”

Paradoks lain yang secara cerdas bisa dijabarkan sendiri oleh pembaca, misalnya, ada pemenang, tetapi mentalnya pecundang.

Penampilannya ganas seperti macan, tetapi lembut dan jinak kayak kucing; mengakunya jujur, tetapi hobinya menipu; gelarnya doktor, tetapi aslinya abal-abal; tajam, tetapi tumpul; merdeka, tetapi dijajah; ideologis, tetapi pragmatis; dan seterusnya.

Ini adalah penggalan kalimat dari Butet Kartaredjasa dari tulisannya berjudul;  “Panen Paradoks” di Kompas, 1/3/2025.

Paradoks dan kemunafikan memiliki kesamaan dalam hal ketidaksesuaian antara dua hal.

Keduanya melibatkan kontradiksi. Paradoks adalah kontradiksi dalam logika atau konsep, sementara kemunafikan adalah kontradiksi dalam tindakan dan nilai moral.

Kemunafikan yang sistemik adalah kondisi di mana ketidakkonsistenan antara prinsip, kebijakan, dan tindakan telah menjadi bagian dari sistem yang mengatur suatu negara atau organisasi.

Ini bukan sekadar masalah individu yang bersikap munafik, tetapi sebuah mekanisme yang secara struktural memungkinkan dan melanggengkan standar ganda dalam pemerintahan, birokrasi, serta institusi sosial lainnya.

Fenomena ini dapat membahayakan stabilitas negara, merusak kepercayaan publik, dan menghambat kemajuan sosial serta ekonomi. Ketika terjadi ketidaksesuaian antara Retorika dan Realitas di situlah terjadi kemunafikan. 

Pemerintah sering mengeluarkan janji-janji besar tentang reformasi, keadilan sosial, dan kesejahteraan rakyat, tetapi dalam praktiknya, kebijakan yang diterapkan justru bertentangan dengan tujuan tersebut.

Misalnya, negara yang mengklaim demokratis tetapi masih membatasi kebebasan berpendapat dan melakukan represi terhadap oposisi atau kelompok lain yang tidak bersetuju.

Tanda  kemunafikan sistemik lainnya adalah penerapan hukum yang tebang pilih.

Rakyat kecil diperlakukan dengan keras ketika melanggar aturan, sementara pejabat tinggi atau orang-orang berpengaruh dapat lolos dari jerat hukum meskipun melakukan pelanggaran serius.

Apakah kasus pagar laut itu termasuk salah satu contohnya?  Silahkan ditelusuri. 

Korupsi yang dilakukan secara terang-terangan dapat dikecam, tetapi sistem yang memungkinkan praktik suap, nepotisme, dan kolusi sering kali tetap berjalan tanpa hambatan.

Dalam beberapa kasus, korupsi bahkan menjadi bagian dari mekanisme birokrasi yang diterima secara luas.

Pemilihan umum mungkin tetap dilakukan, tetapi jika sistemnya telah diatur sedemikian rupa sehingga hanya menguntungkan kelompok tertentu, maka demokrasi menjadi ilusi belaka.

Pemimpin yang terpilih tidak benar-benar mewakili rakyat, tetapi lebih kepada kepentingan elite yang telah mengendalikan sistem.

Pemerintah sering kali menyatakan komitmennya terhadap kesejahteraan rakyat, tetapi kebijakan yang diterapkan lebih menguntungkan kelompok tertentu, terutama korporasi besar dan oligarki ekonomi.

Subsidi dan bantuan sosial bisa dikurangi dengan alasan efisiensi, sementara pengeluaran negara lebih banyak diarahkan ke proyek-proyek yang menguntungkan segelintir orang.

Juga ada janji akan membuka 19 juta lapangan kerja tapi nyatanya PHK dimana- mana. 

Dampaknya

Akibat kemunafikan yang sistemik itu, terjadi ketidakpercayaan yang mendalam di kalangan rakyat.

Ketika masyarakat menyadari bahwa janji-janji pemerintah tidak lebih dari sekadar retorika kosong, mereka menjadi apatis terhadap politik dan pemerintahan.

Akibatnya, partisipasi dalam pemilu menurun, keterlibatan dalam diskusi publik melemah, dan semangat nasionalisme luntur.

Ketika kebijakan negara tidak dijalankan sesuai prinsip dan ketidakadilan, ketimpangan sosial semakin tajam.

Kelompok masyarakat yang kurang beruntung semakin tertinggal, sementara kelompok elite semakin memperkuat kekuasaannya.

Ini dapat memicu konflik sosial, meningkatkan angka kriminalitas, dan memperburuk kondisi ekonomi negara. Hukum pun hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,  supremasi hukum tidak  pernah terwujud.

Negara yang tidak memiliki keadilan hukum akan mengalami peningkatan kejahatan yang sistemik, di mana kekuasaan digunakan untuk melindungi kepentingan tertentu daripada menegakkan keadilan bagi semua.

Reformasi  akan sulit terwujud karena kemunafikan telah menjadi bagian dari sistem.

Reformasi menjadi sulit dilakukan karena setiap upaya perubahan sering kali hanya bersifat kosmetik atau simbolis tanpa dampak nyata.

Para pemimpin yang mencoba melakukan perubahan sering kali dihambat oleh birokrasi yang telah terbiasa dengan praktik-praktik lama.

Dalam jangka panjang, kemunafikan sistemik dapat menyebabkan ketidakstabilan politik.

Ketika rakyat merasa semakin terpinggirkan dan tidak memiliki saluran yang efektif untuk menyampaikan aspirasi.

Mereka pun dapat beralih ke aksi protes, demonstrasi besar-besaran, atau bahkan pemberontakan. 

Sejarah menunjukkan bahwa banyak negara yang mengalami krisis politik akibat kekecewaan rakyat terhadap pemerintahan yang tidak konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsipnya.

Bagaimana Mengatasinya

Diantara cara mengatasi kemunafikan sistemik itu, adalah dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Pemerintah harus menerapkan sistem yang memungkinkan rakyat untuk memantau kebijakan dan anggaran negara dengan jelas.

Audit independen dan media yang bebas sangat penting untuk mengungkap penyimpangan yang terjadi.

Menegakkan hukum secara adil. Reformasi di sektor hukum harus menjadi prioritas.

Tidak boleh ada perlakuan istimewa bagi kelompok tertentu, dan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Selain itu, memperkuat Partisipasi publik. Masyarakat harus diberi ruang untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan.

Demokrasi tidak hanya sekadar pemilu, tetapi juga melibatkan keterlibatan aktif warga dalam proses pengambilan keputusan.
Menanamkan etika dalam kepemimpinan.

Pemimpin yang memiliki integritas harus didorong untuk memegang jabatan penting.

Pendidikan karakter dan etika harus menjadi bagian dari sistem pendidikan agar generasi mendatang tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Kemunafikan sistemik adalah ancaman serius bagi keadilan, stabilitas, dan kemajuan suatu negara. Olehnya itu harus diakhiri.  Dan,  itu terpulang pada pemerintah sendiri. Wallahu a’ lam bisawwabe.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Kajili-jili!

 

Kajili-jili!

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved